Minggu, 20 Desember 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 10; "Tentang Tes Tanya Jawab Singkat"

Pada hari Rabu tanggal 2 Desember 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk bersiap - siap untuk mengikuti proses perkuliahan.

Tes jawab singkat diadakan lagi oleh bapak Marsigit. Setelah adanya tes ini, kami terkejut karena kita diminta untuk menyalahkan semua jawaban kita hingga tak ada yang dibenarkan. Tentu saja nilai kami semuanya 0, atau tiada apa – apa. Namun bapak memperlakukan kami seperti ini karena memiliki alasan tersendiri, kami tadak mengetahui apapun. Setelah itu, bapak mulai menjelaskan bahwa sebenarnya tes jawab singkat itu adalah mitosnya bagi kami semua. Maksud bapak Marsigit mengemukakan nilai 0 seperti ini untuk menyempurnakan, sehingga tidak ada yang memiliki nilai – nilai yang lain. Bapak menjelaskan bahwa tidak ada yang perlu disombongkan, dalam tanya jawab singkat itu sebenarnya berupa penjelasan dengan bahasa masing – masing. Menurut bapak, tes tanya jawab seperti ini bukan jalannya filsafat. Filsafat itu membaca dan olah pikir sehingga bapak menghimbau untuk membaca elegi – elegi dengan ikhlas pikir dan ikhlas hati.

Ilmu itu ada di dalamnya kontradiksi. Dalam soal tes tanya jawab, adapula yang berisikan identitas dan identitas masyarakat. Alasan pula jawaban disalahkan karena memang belum sampai pada dimensinya. Maka, pada saat ini juga kami diminta untuk bertanya tentang tes tanya jawab. “Fatalnya vital”, vital itu diartikan sebagai ikhtiar, sedangkan fatalnya adalah doa. Mereka ada dalam satu rangkaian. Doa itu kontekstual dengan ruang dan waktu. Ikhtiarnya doa, jadi berusaha kemudian berdoa seperti ingin naik haji maka harus mendaftar terlebih dahulu. Seperti itulah contoh dari fatalnya vital.Pengalaman bapak Marsigit ketika ditanya tentang doa, apa hubungan doa dengan matematika. Kemudian beliau menjawab bahwa dalam melakukan sesuatu itu penting untuk menyebut nama Tuhan.

“Sikliknya Linear”,“Linearnya siklik”, linearnya itu tidak akan bergerak pada tempat yang sama. Dan sebaliknya, lingkaran itu juga tidak selalu pada tempat yang sama. Hari itu berjalan, waktu itu berjalan dan tidak mungkin tidak ada perubahan dari hari ke hari selanjutnya. “Intensifnya ekstensif”, “Ekstensifnya intensif”. Pengertian dalam ontologinya itu diuraikan seluas-luasnya. Intensifnya itu radik, artinya filsafat itu sedalam – dalamnya bisa di eksplorasi. “Rasionalnya pengalaman”, memikirkan pengalaman.” Pengalamannya rasional”, jadi ketika kita memikirkan ingin melakukan sesuatu, maka lakukan sesuatu itu.

“Dewanya daksa”. Subjek dan predikat tidak bisa saling dipisahkan. Jadi bisa diibaratkan “jika aku ada, maka engkau juga ada” “Disharmoninya harmoni”,”Harmoninya disharmoni”. Sehebat- hebat manusia itu merasa bahagia, ternyata tidak sampai mendapatkan kebahagiaan absolut. Manusia itu hidup sempurna dalam ketidaksempurnaan. Ketidaksempurnaan juga ada dalam kesempurnaan. Jika kesempurnaan itu ada dalam kesadaran, maka akan tidak bebas dalam hidup kita karena terlalu menyadari semua sesuatu yang terjadi pada diri sendiri.

“Analitiknya sintetik” memikirkan pengalaman. Analitik itu logika, sintetik itu pengalaman. Sintetik itu pasangan dengan apriori. Filsafat itu dijalankan, membaca elegi itu termasuk juga melaksanakan filsafat. Membaca yang membuat kita berpikir itu berarti kita bisa berfilsafat. “Identitasnya kontradiksi”, “Kontradiksinya identitas”, Misalkan A yang ada pada ruas kiri sama dengan A + 1. Prinsip ini ada pada ilmu komputer, jika tidak ada rumus ini maka program pada komputer pun tidak akan berproses. Sehingga identitas ini mengalami kontradiksi karena sifat itu termuat ke dalam subjeknya. Kontradiksi di dalam dunia ini adalah kuasa Tuhan, karena kuasa Tuhan itu absolut. Tak ada yang bisa melawanNya. Karena terjadi seperti itu, maka sebenarnya manusia itu kontradiksi. Kontradiksinya identitas itu seperti teorema dari Godel, matematika itu identitas, namun ketika ditambah semuanya, maka terjadilah kontradiksi. Semua itu merupakan permainan ruang dan waktu. Setelah ditemukan Godel, maka Hilbert yang mengemukakan (menarik bendera) kepada umum. Semua ilmu itu tidak bisa selalu konsisten, karena pasti ada kontradiksinya.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/2 Desember 2015/07.30)