Rabu, 21 Oktober 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 5 "Tes Jawab Singkat ketiga" dan "Secuil komponen dalam Filsafat"

Hari ini tanggal 21 Oktober 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk bersiap - siap untuk mengikuti tes tanya jawab ke 3. Tes ini seperti biasa, dengan pertanyaan sebanyak 50, kami menjawabnya secara langsung dalam waktu beberapa detik. Kemudian, kami mencocokkan jawaban dengan jawaban bapak Marsigit, sehingga alhamdulillah saya mendapatkan nilai 10. Kami membahas tentang salah dan benar dalam filsafat. Salah dalam filsafat. Salah dan benar itu hanya satu titik kecil dalam filsafat. Masalah benar dan salah itu diposisikan dalam keseluruhan daripada membangun pola pikir dalam berfilsafat. Unsur benar dan salah itu adalah suatu struktur yang ada di dalamnya. Masalah benar dan salah itu termasuk besar dan penting. Contohnya, pada saat kami tes jawab singkat, awal dari kata - kata bapak sudah menyebutkan kata "wadah". Yang artinya, semua yang ada di dalamnya merupakan tentang wadah, sehingga filsafatnya tentang wadah juga. Benar dan salah itu sebanyak pikiran para filsuf. Pandangan yang menyatakan yang benar itu yang tetap menurut Fermelides. Heracritos menyatakan bahwa yang benar itu adalah yang berubah. Jadi, wadah, batu, manusia, salah, benar, itu semua menjadi "yang ada" dan "yang mungkin ada"dimana yang menjadi kajian dalam berfilsafat. Seperti yang beliau katakan sebelumnya,"Bermilyar - milyar pangkat semilyar, aku belum selesai menyebut yang ada"

Filsuf pertama hingga saat ini selalu saja "yang benar" itu yang ada di dalam pikiran. "yang benar" juga berada di luar pikiran. Benarnya matematika itu "konsisten", benarnya pengalaman itu "kecocokan/korespondensi", benarnya logika itu "konsisten", benarnya para dewa itu "transenden", dan benarnya Tuhan itu "absolut". Itulah perbedaan ruang dan waktu. Sesuai dengan Fermelides, kita bisa melihat apa yang tetap dalam diri kita. Sebelum kita lahir, setelah kita lahir, kita tetap ciptaan Tuhan, selama hidup kita masih bernafas dan tidak ada perubahan, sehingga pernyataan itu tidak ada yang membantah. Salah dalam filsafat itu ketika tidak sesuai dengan ruang dan waktu.

Ada sebuah contoh dalam matematika, "4 x 6 berapa bang?", kemudian jawabnya "72 ribu" (keadaan di studio foto), "4 x 6 berapa?", jawabnya "24" (keadaan di sekolah), "7 + 2 berapa?" jawabnya "1 jika basisnya 8" (keadaan saat perkuliahan). Dalam contoh tersebut, mengandung pesan bahwa kita harus adil dengan "yang ada" dan "mungkin ada" di dalam pikiran kita. Dalam hal ini, jika salah memutuskan dalam pandangan filsafat adalah tidak sopan terhadap ruang dan waktu. Ketika ada acara seminar untuk pendidikan matematika, pada saat itu salah satu mahasiswa tersebut tidak mengikuti seminar tersebut, contoh lainnya bermain musik di luar ketika tengah malam sehingga mengganggu orang disekitarnya, maka itulah yang disebut dengan "tidak sopan terhadap ruang dan waktu"

Hidup ini bijaksana. Untuk itu, kita juga harus bijaksana terhadap ruang dan waktu dengan dilandasi kaidah - kaidah spiritual. Kaidah spiritual bertujuan untuk membahagiakan kita lahir dan bathin, dunia dan akhirat juga. Caranya adalah menembus ruang dan waktu secara bijaksana. Jangankan manusia, binatang, tumbuhan, dan batu menembus ruang dan waktu. Karena manusia memiliki akal dan pikiran/ budi dituntun oleh spiritual berbeda dengan yang lain. Jika binatang dituntun dengan instingnya, sedangkan batu memiliki potensi. Maka manusia itu fatal dan vital, fatal merupakan kodratnya, vital merupakan potensinya. Potensi manusia itu "ikhtiar". Manusia itu memiliki potensi, naluri, dan insting sehingga manusia itu memiliki intuisi, jika manusia cerdas, maka itu semua ditambah dengan kompetensi. Dalam filsafat, ada yang disebut skeptisme. menghindari skeptisme itu tidaklah bisa. Lebih baik membangun dunia yang komprehensif yang memiliki solusi dengan ilmu filsafat yang kita pelajari, daripada menghindar. Persoalan itu harus dikelola, bukannya malah dihindari.

Selama ini kita mempelajari filsafat dengan mengetahui nama - nama ahli filsafat, namun kita belum mengetahui, untuk menjadi seorang filsuf itu adakah sesuatu yang harus dipenuhi?. Seorang filsuf yang hebat tidak akan mengakui bahwa dirinya dalah seorang "filsuf". Seseorang yang mengaku sebagai filsuf, bisa saja itu adalah "penipu" dengan berdasarkan "proyek bodong". Nilai kebajikan seorang filsuf sama seperti seorang kiai yang kondang. Orang - orang yang lain melihatnya dengan "value". Bahkan, filsuf yang paling hebat pun merasa sedang belajar filsafat. Yang mengatakan adalah orang lain. Daripada bertanya, lebih baik mempelajari pendapat-pendapat para filsuf. Berfilsafat itu "meta" di sebaliknya yang tampak. Tidak untuk anak kecil. Orang dewasa itu juga perlu sopan terhadap anak kecil dan orang hamil.

Dengan demikian, benar dan salah dalam filsafat itu adalah sesuai, serta sopan terhadap ruang dan waktu. Selain sopan terhadap ruang dan waktu, manusia perlu membangun potensinya untuk membangun dunia yang komprehensif dan cerdas dalam mengelola persoalan tanpa menghindari. Karena adanya persoalan itu untuk dihadapi. Dalam ilmu filsafat, kita telah mengenal banyak filsuf. Seorang filsuf itu bukanlah yang mengakui dirinya sendiri, namun seorang filsuf itu sebutan untuk orang yang mencetuskan pendapat-pendapatnya, sehingga banyak orang yang menanggapi dan menyetujui pendapatnya tersebut, ada pula yang membantahnya, namun itulah yang disebut dengan berfilsafat. Dan dalam menghadapi persoalan, kita tetap memerlukan landasan,yaitu filsafat dan yang lebih kuat yaitu spiritual. Dengan adanya spiritual, kita mendapatkan arah dan tujuan yang jelas nantinya.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit, MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/21 Oktobber 2015/07.30)

Rabu, 07 Oktober 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke 4 "Tes Jawab Singkat Kedua" dan "Mengulas Fenomena dalam Filsafat"

Hari ini tanggal 07 Oktober 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Tidaklah mudah mengartikan tulisan - tulisan bapak di blog, jika kita tidak mencermati secara seksama (membaca berkali - kali). Kali ini tes jawab singkat yang kedua. Hari ini alhamdulilah saya mendapatkan nilai 18 dari 50 soal yang disebutkan pak Prof. Marsigit. Setelah itu, pak Prof menjawab pertanyaan - pertanyaan yang kami tulis setelah hasil tes diberikan. Kali ini dalam hal sikap pendidikan mengajarkan perbedaan, menurut beliau berfilsafat itu berhirarki mulai dari yang paling rendah: material,dilingkupi oleh bentuk formal, dilingkupi oleh normatif, dan dilandasi oleh spiritualisme. Dalam pandangan lain, dari yang rendah adalah Pluralism menuju tunggal, tunggal itu adalah esa. Sehingga, semua itu tercakup dalam kekuasaanNya. Jadi bisa dikatakan bahwa semua kegiatan yang kita lakukan sehari - hari adalah kuasa Tuhan. Namun, semua itu kurang deskriptif atau kurang menjelaskan keadaan tersebut artinya belum sesuai dengan ruang dan waktunya. Kehidupan itu bersifat plural, kita sendiri pun masih bersifat plural. Contohnya, kita mengajar di suatu kelas, kita mengajarkan siswanya harus sesuai dengan kita, maka itu tidaklah mungkin bisa. Akibatnya malah mempersulit diri sendiri. Kita berfilsafat artinya mencari kebenaran. Ada kebenaran absolut, kebenaran yang tidak bisa dibantah. Kebenaran yang diturunkan oleh firman Tuhan. Manusia bisa membuat kebenaran absolut, namun kebenaran absolut pada manusia itu hanya konsisten saja. "Konsisten" artinya sesuai dengan kesepakatan. Sesuatu yang tidak sesuai dengan kesepakatan akan menjadi sesuatu yang dianggap salah. Contohnya, untuk matematika yang murni, itu adalah kebenaran absolut, tetapi itu hanya benar pada pikiran manusia. Dalam kenyataannya tidak bisa diungkap. Nah, sekarang kita sedikit beralih ke masa lampau, pasti penasaran, bagaimana ilmu filsafat bisa masuk ke agama islam, padahal filsafat itu kan dari pikiran, sedangkan agama berasal dari hati maupun pikiran, dan Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu filsafat itu bisa masuk ke agama islam itu salah satunya melalui peperangan. Di waktu sekarang saja, masih ada peperangan di Timur Tengah yang pengungsinya bertempat di Eropa. Pengungsi tersebut membawa sifat, karakter, pikiran - pikiran dan tentunya juga budaya. Kemanapun mereka bertempat, mereka meletakkan landasan dengan waktu yang lama. Garis keturunannya akan mempengaruhi kebudayaan di tempat mereka berpijak. Setelah itu, mereka berinteraksi satu sama lain. Jadi, secara pemikiran, filsafat Yunani Kuno itu sebenarnya memiliki dokumen - dokumen penting, suatu ketika terjadi peperangan dunia timur, saat itu dunia islam melalui Negara Turki, sehingga ada sebagian karya dari yunani kuno itu dibawa sampai ke dunia islam. Di samping itu, dunia barat memasuki zaman gelap (sekitar abad 12- 13) yang mana pengaruh gereja mendominasi. Pengaruh gereja tersebut berhak menetapkan aturan - aturan, termasuk baik dan buruknya semua bergantung pada gereja. Semua orang pada saat itu tidak bisa mengklaim suatu kebenaran. Jika ada yang mengklaim suatu kebenaran maka akan mendapatkan hukuman, termasuk semua dokumen - dokumen penting tersebut habis. Setelah itu terjadi lagi peperangan sehingga bangsa barat menguasai timur, ditemukanlah dokumen - dokumen pada zaman Yunani kuno, termasuk tokoh - tokoh filsafat seperti Aristoteles, Plato, Socrates,dsb. Jadi, dunia timur ini menyelamatkan dokumen - dokumen lama dari Yunani kuno. Andaikan saja dunia timur tidak menyelamatkan dokumen itu, maka sampai saat ini pun filsafat tidak akan berkembang. Itulah pentingnya sebuah pergaulan walaupun pergaulan tersebut dalam bentuk "peperangan". Sehingga dari dunia timur tersebut, essensial di dalamnya diberi unsur spiritualisme, artinya ditambahkan unsur hati (selain pikiran). Ilmu bukan semata - mata pikiran tetapi hatinya juga. Untuk mencari Tuhan, tidak cukup hanya dipikirkan saja, tetapi juga dikerjakan, beribadah. Insyaallah akan bertemu dengan Tuhan. Sehingga, seperti itulah filsafat dunia timur. Contohnya saja di jogja, selain ada olah pikiran, hati pun juga harus diolah, agar bisa bersopan santun terhadap ruang dan waktu. Dapat kita simpulkan bahwa nilai bijak filsafat dunia barat itu adalah "orang yang mencari" sedangkan filsafat dunia timur adalah "orang yang memberi".Orang yang ada di barat, walaupun dia sudah tua (berambut putih) masih saja mencari ilmu maka orang tersebut adalah orang yang bijaksana. Tetapi jika di dunia timur seperti itu, maka orang tersebut dianggap "tidak tahu diri"(tidak bijaksana).Akibatnya, dengan basis seperti itu, orang bijaksana adalah orang yang memberi. Hidup itu berinteraksi bermilyar - milyar sumbu yang berpasang-pasangan. Dan interaksi antara baik dan buruk. Manusia itu adakala nya bersifat baik serta ada yang bersifat buruk. Bagaimana kita menambah kebaikan dan mengurangi keburukan. Sebuah persoalan tidak semuanya dihindari, namun dikelola untuk menjadi lebih baik. Kita harus menjaga keseimbangan dalam sisi dalam diri kita, mensintesiskan contohnya antara laki - laki dengan perempuan. Se milyar pangkat semilyar pun tidak akan bisa mendefinisikan aspek- aspek yang dihubungkan tersebut. Misalnya, kita berdoa saja tanpa berusaha, kita tidak akan mendapatkan. Sebaliknya, kita pun jika berusaha terus tanpa berdoa juga tidak mendapatkan. Jadi harus seimbang antara ikhtiar dan doa jika keinginannya ingin dikabulkan. Berdoa itu termasuk fenomena siklik. Fenomena berusaha terus itu digambarkan secara linear (kelewatan tanpa arah). Berdoa itu menjadi penting agar tidak melewati batas arah dalam hidup. Dari itu semua dapat disimpulkan bahwa, perbedaan itu pasti ada, kalaupun sama itu tidak akan sama persis. Namun, dari perbedaan itu kita bisa menjadikan suatu hubungan yang harmonis antar masyarakat. Kita tidak bisa memaksakan kehendak hidup kita kepada orang lain. Masing - masing dari kita memiliki intuisi. Agar intuisi - intuisi itu tidak rusak maka dibangunlah sebuah norma. Norma memberi batasan, menjadikan kita lebih terarah. Salah satu norma dalam hidup kita adalah agama. Selain berusaha, kita diharuskan untuk berdoa. Mensyukuri segala nikmat yang diberikan kepadaNya. Penjelasan bapak Marsigit membuka wawasan kita, bahwasannya hidup itu dengan pikiran dan hati. Dengan pikiran kita dapat mengembangkan ilmu kita, dan dengan hati kita ikhlas dalam berusaha agar bermanfaat di dunia dan akhirat. Sejarah filsafat adalah bagian cerita dari masa lalu yang melahirkan banyak cabang - cabang ilmu - ilmu filsafat pada masa kini maupun mendatang. Walaupun banyak sekali macam - macam ilmu filsafat, kita juga harus tetap melandasinya dengan spiritualisme, agar hidup kita lebih terarah dengan arah yang lebih baik dan baik lagi nantinya. (By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/07 Oktobber 2015/07.30)

Filsafat Ilmu Pertemuan ke 3 "Tes Jawab Singkat"

Hari Rabu, tanggal 30 September 2015, pukul 07.30, saya bersama teman - teman ada jadwal kuliah filsafat di kelas PPG 1 lantai 2 gedung FMIPA UNY. Setelah bapak Marsigit memasuki ruangan, kita sudah mengatur kursi - kursi dengan bentuk melengkung, sebanyak 2 baris. Kami bersiap untuk tes jawab singkat saat itu juga, nama lainnya tes jawab singkat ini mungkin "dikte" dan langsung ditulis jawabannya pada saat itu juga. Iya, kita tidak mempersiapkan apapun untuk menjawab soal soal tersebut, namun kita hanya perlu mengingat apapun yang telah kita baca. Aku terus mengingat - ingat dan mengira - ngira jawaban itu semua. Setelah selesai kita semua menjawab soal, lembar jawaban kita tukar dengan teman yang posisinya di depan kita dan dicocokkan jawabannya dengan jawaban pak Marsigit. Kami pun antusias mendengarkan jawaban - jawabannya. Ternyata, semua jawaban yang kita tulis hampir 90% salah. Nilai tertinggi di kelas kami yaitu 20 dan nilai terendah yaitu 0 dari 50 soal yang disebutkan pak Marsigit. Sedangkan saya mendapat nilai hanya 6. Alhamdulilah disyukuri saja, itu hasil pikiran sendiri dan pertamakalinya tes jawab singkat. "Experience is a good teacher".Sebenarnya tanpa refleksi untuk pertemuan ke 3. Tapi menulis di blog is okelah. :) (By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/30 September 2015/07.30)