Minggu, 20 Desember 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 10; "Tentang Tes Tanya Jawab Singkat"

Pada hari Rabu tanggal 2 Desember 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk bersiap - siap untuk mengikuti proses perkuliahan.

Tes jawab singkat diadakan lagi oleh bapak Marsigit. Setelah adanya tes ini, kami terkejut karena kita diminta untuk menyalahkan semua jawaban kita hingga tak ada yang dibenarkan. Tentu saja nilai kami semuanya 0, atau tiada apa – apa. Namun bapak memperlakukan kami seperti ini karena memiliki alasan tersendiri, kami tadak mengetahui apapun. Setelah itu, bapak mulai menjelaskan bahwa sebenarnya tes jawab singkat itu adalah mitosnya bagi kami semua. Maksud bapak Marsigit mengemukakan nilai 0 seperti ini untuk menyempurnakan, sehingga tidak ada yang memiliki nilai – nilai yang lain. Bapak menjelaskan bahwa tidak ada yang perlu disombongkan, dalam tanya jawab singkat itu sebenarnya berupa penjelasan dengan bahasa masing – masing. Menurut bapak, tes tanya jawab seperti ini bukan jalannya filsafat. Filsafat itu membaca dan olah pikir sehingga bapak menghimbau untuk membaca elegi – elegi dengan ikhlas pikir dan ikhlas hati.

Ilmu itu ada di dalamnya kontradiksi. Dalam soal tes tanya jawab, adapula yang berisikan identitas dan identitas masyarakat. Alasan pula jawaban disalahkan karena memang belum sampai pada dimensinya. Maka, pada saat ini juga kami diminta untuk bertanya tentang tes tanya jawab. “Fatalnya vital”, vital itu diartikan sebagai ikhtiar, sedangkan fatalnya adalah doa. Mereka ada dalam satu rangkaian. Doa itu kontekstual dengan ruang dan waktu. Ikhtiarnya doa, jadi berusaha kemudian berdoa seperti ingin naik haji maka harus mendaftar terlebih dahulu. Seperti itulah contoh dari fatalnya vital.Pengalaman bapak Marsigit ketika ditanya tentang doa, apa hubungan doa dengan matematika. Kemudian beliau menjawab bahwa dalam melakukan sesuatu itu penting untuk menyebut nama Tuhan.

“Sikliknya Linear”,“Linearnya siklik”, linearnya itu tidak akan bergerak pada tempat yang sama. Dan sebaliknya, lingkaran itu juga tidak selalu pada tempat yang sama. Hari itu berjalan, waktu itu berjalan dan tidak mungkin tidak ada perubahan dari hari ke hari selanjutnya. “Intensifnya ekstensif”, “Ekstensifnya intensif”. Pengertian dalam ontologinya itu diuraikan seluas-luasnya. Intensifnya itu radik, artinya filsafat itu sedalam – dalamnya bisa di eksplorasi. “Rasionalnya pengalaman”, memikirkan pengalaman.” Pengalamannya rasional”, jadi ketika kita memikirkan ingin melakukan sesuatu, maka lakukan sesuatu itu.

“Dewanya daksa”. Subjek dan predikat tidak bisa saling dipisahkan. Jadi bisa diibaratkan “jika aku ada, maka engkau juga ada” “Disharmoninya harmoni”,”Harmoninya disharmoni”. Sehebat- hebat manusia itu merasa bahagia, ternyata tidak sampai mendapatkan kebahagiaan absolut. Manusia itu hidup sempurna dalam ketidaksempurnaan. Ketidaksempurnaan juga ada dalam kesempurnaan. Jika kesempurnaan itu ada dalam kesadaran, maka akan tidak bebas dalam hidup kita karena terlalu menyadari semua sesuatu yang terjadi pada diri sendiri.

“Analitiknya sintetik” memikirkan pengalaman. Analitik itu logika, sintetik itu pengalaman. Sintetik itu pasangan dengan apriori. Filsafat itu dijalankan, membaca elegi itu termasuk juga melaksanakan filsafat. Membaca yang membuat kita berpikir itu berarti kita bisa berfilsafat. “Identitasnya kontradiksi”, “Kontradiksinya identitas”, Misalkan A yang ada pada ruas kiri sama dengan A + 1. Prinsip ini ada pada ilmu komputer, jika tidak ada rumus ini maka program pada komputer pun tidak akan berproses. Sehingga identitas ini mengalami kontradiksi karena sifat itu termuat ke dalam subjeknya. Kontradiksi di dalam dunia ini adalah kuasa Tuhan, karena kuasa Tuhan itu absolut. Tak ada yang bisa melawanNya. Karena terjadi seperti itu, maka sebenarnya manusia itu kontradiksi. Kontradiksinya identitas itu seperti teorema dari Godel, matematika itu identitas, namun ketika ditambah semuanya, maka terjadilah kontradiksi. Semua itu merupakan permainan ruang dan waktu. Setelah ditemukan Godel, maka Hilbert yang mengemukakan (menarik bendera) kepada umum. Semua ilmu itu tidak bisa selalu konsisten, karena pasti ada kontradiksinya.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/2 Desember 2015/07.30)

Selasa, 24 November 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 9; "Filsafat yang bagaimana?"

Pada hari Rabu tanggal 18 November 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk bersiap - siap untuk mengikuti proses perkuliahan. Kemudian ada tes jawab singkat selanjutnya, dan saya mendapatkan nilai 4, alhamdulilah. Filsafat itu mencakup beberapa macam konteks yang berkaitan dengan hal - hal dalam hidup kita. Seperti contoh berikut:

Mengenai etnomatika untuk pengembangan budaya lokal. Pembelajaran matematika berbasis budaya. Suatu bentuk untuk memperkaya fondasi dengan berdasarkan budaya. Berorientasi kepada siswa, melayani kepada siswa. Guru tidak bisa bersifat otoriter. Maka perlu menyesuaikan untuk para siswa Mitos dan stigma.

Mitos itu yang mestinya dipikirkan, namun tidak dipikirkan. Kita lahir itu mitos. Misalnya, ada bidadari yang turun ke bumi membentuk pelangi sebagai jembatannya. Setelah ditemukan fakta, bahwa dari pembiasan sinar dari uap air / awan. Maka, jika masih ada orang percaya kepada yang bidadari itu melewati jembatan pelangi maka disebut mitos. Mitos dan logos itu relatif, bukan absolut. Mitos, bermilyar – milyar menyebutnya maka tidak akan bisa mendefinisikan mitos. Dunia itu ada batas – batasnya. Linear maupun siklis. Shalat itu bisa berubah menjadi mitos, jika kita tidak memikirkannya. Doa itu juga menjadi mitos, terkadang tidak tahu artinya. Hidup ini setengah mitos dan setengah logos. Jika dalam matematika setengah ditambah setengah maka sama dengan satu. Namun dalam filsafat, setengah ditambah setengah itu bisa bukan sama dengan satu. Maka dapat ditambahkan pula bagian itu ada iman dan taqwa. Kita sudah bisa melihat fenomena tersebut, maka itu merupakan dimensi kita sudah lebih tinggi.

Terkait Skepticism dan pyrronism. Satu rangkaian beda zamannya saja. Filsafat itu aliran pikiran. Para filsuf mengalir saja sesuai waktunya. Hermeneutika itu filsafat kontemporer(modern) namun fenomenanya sudah ada pada zaman dahulu. Orang ragu – ragu itu sudah ada pada zamdan Yunani kemudian di Blow up oleh rene descartes. Tidak mampu membedakan mimpi dan kenyataan. Meragukan yang ada dan mungkin ada. Dan mencari kepastian. Termasuk agama juga. Seperti Rene Descartes juga meragukan Tuhan, tetapi dia sudah menemukan adanya Tuhan karena tidak ada makhluk lain yang paling sempurna, kemudian dinamakan Tuhan. Hermeneutika itu juga dialektika. Filsafat itu juga memiliki batas, batasnya juga. Pada zaman Yunani, sebutan itu ditujukan kepada Hermes, dia disamakan dan disetarakan dengan Nabi Adam. Hermeneutika juga digunakan untuk menerjemahkan kitab – kitab. Dalam mendefinisikannya kita juga harus faham, dengan memberi arti/ maksud secara implisit.

Tentang Hermeneutika dalam konteks agama dan kitab suci. Semua tergantung ruang dan waktu konsepnya, semua tergantung rumus, Kalau filsafat itu terlalu singkat maka sangat menyakitkan untuk orang lain. Mengembangkan formula pada hermeneutika. Fennomena saintifik itu fenomena menukik/ menajam. Contohnya saja, Jika kita ingin tidur, maka ada 3 macam gaya. Hidup itu fenomenya lengkap, pilarnya itu menukik, mengalir dan mengembang. Kalau orang barat itu linier, maka bijaksana orang barat itu dapat mencari sampai ke mars. Hidup itu seperti spiral, harii ini ketemu rabu, besok ketemu rabu. Semua itu untuk kita bersyukur. Hidup itu membangun kepercayaan, keluarga, rasa cinta. Maka semua itu butuh ilmu untuk membangun itu semua.

Selain itu ada Theisme, percaya pada Tuhan. Jika Pantheisme itu satu TuhanNya. Orang jepang itu memiliki banyak Tuhan, Tuhan Gunung, Tuhan Laut, dll. Tanpa disadari saat ini kita telah memiliki tuhan yang banyak, sesuatu yang disukai, fanatik, hingga maniak. Tuhan harta, jabatan dan pangkat. Setiap hari yang dipikirkan adalah itu semua. Humanisme dalam filsafat dengan psikologi berbeda. Dalam psilkologi itu manusiawi, jika filsafat itu berpusat kepada manusia. Berarti Tuhan di marginalkan. Pemikiran itu memiliki dimensi, memiliki batas, memiliki makna. Itulah pentingnya membaca agar mengetahui dimensi dan strukturnya, sesuai dengan ruang dan waktunya. Dari beberapa fenomena di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat itu memiliki kehidupan, makna, arti. Filsafat yang belum dibuktikan itu adalah mitos, dan yang sudah terbukti yaitu logos.

"Hidupku dalam fenomena Compte". Dalam hidup, kita membutuhkan suatu alat komunikasi untuk berbicara satu sama lain tanpa harus bertemu. Kemudian karena perkembangan zaman dan teknologi semakin canggih sehingga memudahkan kita. Maka, dengan adanya hp yang sekarang sudah banyak di pasaran dengan segala macam merk dan harga dari ratusan ribu sampai jutaan, mereka banyak menghabiskan waktunya dengan hp daripada dengan orang lain. Karena gadget seperti hp ini, akibatnya sosialisasi antar masyarakat rasanya kurang erat.

Selain itu, hanya karena hp, banyak anak – anak yang memanfaatkan hp sebagai mainan, sehingga mainan – mainan tradisional atau warisan budaya semakin tergerus. Contohnya, di kota sekarang ini, apakah ada yang masih bermain dengan mainan dengan bahan kayu atau bambu? Sudah tidak ada lagi. Adapun lagu – lagunya juga, saat ini banyak anak – anak yang menyanyikan lagu – lagu orang dewasa, karena sudah tidak adanya lagu anak – anak. Lagu anak – anak pada zaman dahulu, berisi tentang nasehat, ilmu, bermain, benar – benar menunjukkan dunia anak. Hp semakin maju dan semakin canggih, anak semakin cepat mempelajari teknologi ini, sehingga bisa saja menyalahgunakan fungsi dari hp. Untuk itu, sebaiknya anak-anak juga harus diawasi ketika menggunakan hp atau jauhkan hp dari jangkauan anak – anak.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/18 November 2015/07.30)

Senin, 16 November 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 8; "Metode dan Fenomena yang dihadapi saat ini"

Pada hari Rabu tanggal 11 November 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk bersiap - siap untuk mengikuti proses perkuliahan. Filsafat itu intensif dan ekstensif. Dipengaruhi oleh ada, pengada, dan mengada. Fenomena dalam negara kita ini bermacam – macam. Menyikapi powernow pada saat ini kita harus menghadapi dengan cara berfilsafat. Kita bisa meniru unsur dasar binatang, bukan kelakuan binatang. Adapun yang namanya scientific, Metode scientific itu ukurannya sepertiga dari dunia. Fenomena menukik, intensif itu meneliti. Ada fenomena lain yaitu mendatar, misalkan hari rabu ini bertemu dengan hari rabu lagi. Sedangkan fenomena powernow itu dengan fenomena linear namun tidak mengetahui sampai mana garis tersebut. Adapun yang dibangun dalam diri kita, misalkan, inner beauty, kecantikan, doa.

Metode saintifik yang berkembang di Indonesia dengan aspek mengamati, menanya, dan mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Namun jangan salah, metode saintifik tidak bisa digunakan dalam hidup, misalnya metode saintifik tidak bisa digunakan untuk menikah. Makanya, yang benar saja, budi pekerti di Indonesia itu miskin. Metode saintifik yang sebenarnya ada aspek hipotesis dihilangkan dari struktur. Hipotesis itu berpendapat, setelah berpendapat kemudian dicoba. Jika memang metode saintifik aslinya seperti itu, kemudian diterapkan di negara ini menjadi berubah sehingga Pemerintah itu dosanya berat karena berbohong kepada rakyatnya. Metode pembelajaran itu harus diatur secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan, tidak bisa sembarangan. Indonesia itu negara kecil dan lemah, sehingga menjadi cabang powernow. Maka pejabat sekarang itu tidak memperdulikan budi pekerti dan mementingkan diri sendiri. Satu sama lain bisa saja saling menjajah, demokrasi hanyalah slogan namun uang tetap berjalan serta korupsi merajalela.

Fenomena Compte, contohnya alam diri kita sendiri, handphone kita tidak hanya satu, namun ada lebih dari satu, gara – gara handphone baru, keluarga bisa berantakan. Dengan adanya teknologi ada fenomena tecnopolly, menyerahnya budaya di telapak kaki teknologi. Orang bisa merekayasa budaya baru untuk kepentingannya. Semua orang mengikuti teknologi, memiliki hp baru kecuali orang sufi. Oleh karena itulah, Indonesia termasuk darurat budi pekerti. Menterinya aja diinterogasi KPK. Bagaimana bisa? menipu saja sudah dapat mobil atau yang lain. Negara Indonesia itu digambarkan seperti anak ayam dan negara adikuasa itu digambarkan oleh burung rajawali. Jadi, sekali saja anak ayam itu melawan, akan terkena pukulan kaki burung rajawali. Artinya negara Indonesia itu masih tergolong kecil dan kurang kuat.

Beralih pada individu, orang yang bersifat kaku itu tidak flexibel. Kesulitan menembus ruang dan waktu. Kaku ini mungkin dia memiliki prinsip. Prinsip adalah postulat dan sesuai konteks ruang dan waktunya. Misalnya, masuk rumah harus mencuci kaki atau tangan dulu. Jika diterapkan absolut, bisa menjadi masalah, karena kaku itu dimensinya tunggal, berusaha tertutup oleh ruang dan waktu. Sebenar – benarnya orang kaku bisa disebut dengan orang yang bodoh daan tidak cerdas. Pikirannya juga seperti batu dan tidak bisa melihat situasi dan kondisi. Oleh karena itu, pentingnya komunikasi dan luwes (tidak kaku). Sehingga sopan yang sebenarnya itu luwes serta bisa memahami orang lain.

Kecenderungan powernow menaruh struktur spiritual di bawah. Barkley merupakan ujung tombaknya powernow. Membangun itu adalah pilihan urusan dunia dan urusan akhirat. Auguste compte memilih dunianya, bukan spiritualnya. Pada zaman orde baru pak Suharto itu malah mengejar orang – orang yang berspiritual, termasuk yang sedang diincar itu adalah Gusdur (Abdurrahman Wahid). Indonesia belum mempunyai misi ke depan untuk 100 tahun. Dalam menangani pekerjaan, harus diimbangi dengan kerja, pikir dan doa. Bukan hanya kerja saja. Maka dari itu, visi presiden (kerja, kerja, kerja) masih harus dibenahi. Dunia sekarang itu dunia persekongkolan. Tanpa persekongkolan akan kalah. Metode, media, sebuah alat hedonisme, sesuatu yang bisa menyebabkan tidur, contohnya narkoba.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebuah metode itu tidak semuanya dapat digunakan. Kita harus benar – benar bisa memilah – milah mana yang baik untuk diri kita, mana yang tidak baik untuk diri kita. Semoga kita selalu ditunjukkan jalan yang benar. Amiin.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/11 November 2015/07.30)

Rabu, 04 November 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 7 "Antara yang ada dan mungkin ada; Meneropong lebih dalam tentang filsafat "

Hari ini tanggal 4 November 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk duduk dengan meja. Kami tidak menulis namun merekam apapun suara bapak Prof Marsigit dalam proses pembelajaran. Di dalam filsaafat pokok persoalan itu "ada" dan "mungkin ada". Keterbatasan manusia tidak bisa menyebut semuanya. Jika manusia bisa menyebut semuanya, maka manusia tidak akan bisa hidup. Manusia itu reduksionisme. Artinya, membangun dunia pikiran diri sendiri, "duniaku". Misalnya, ingin membangun rumah, maka kita membeli material seperti batu, semen, pasir, dll. Dalam filosofinya, kita bisa memilih karakter, yang mana tesisnya tetap dan anti tesisnya berubah. Tokoh filsafat yang menganggap dunia itu tetap adalah Fermenides, sedangkan yang menganggap dunia itu berubah adalah Heracritos. Tetap itu untuk manusia adalah makhluk Tuhan hingga nanti. Manusia itu tidak bisa parsial, maka manusia menuju sempurna. Dunia yang tetap itu "di dalam pikiran", dan yang berubah adalah "di luar pikiran". Di dalam pikiran dalam filsafat disebut "Idealisme" dan di luar pikiran dalam filsafat disebut "Realisme". "Yang ada" itu disebut dengan mono, dalam filsafat disebut "monisme". "Yang mungkin ada" disebut dengan jamak, dalam filsafat disebut "pluralisme". "Yang ada" merupakan domisili para dewa(orang tua), dan "yang mungkin ada" merupakan domisili para daksa (anak - anak). Pemikiran untuk para dewa adalah abstrak sedangkan untuk daksa yaitu konkrit. Yang ada itu merupakan analitik serta a priori, dan yang mungkin ada adalah sintetik serta aposteriori. Sebenar-benarnya ilmu adalah "sintetik apriori"yaitu pemikiran dan pengalaman itu ada. Karena seseorang berpengalaman, maka muncullah Empirisme dengan tokohnya, David Hum. Jika itu hanya pikiran maka disebut dengan Rasionalisme, yang mencetuskannya Rene Descartes. "Ada" dan "mungkin ada" adalah struktur dunia.

Sekitar tahun 1671 merupakan zaman dimana filsafat itu menjadi filsafat yang modern. Dari zaman Yunani ke zaman modern itu mengalami perjalanan yang panjang. Tahun 3000 SM hingga 1671 dalam perkembangan pemikiran, sehingga ada fase kegelapan pada abad ke 13-16. Fase kegelapan yaitu munculnya pemikiran dominasi kebenaran oleh gereja. Pada masa itu, siapapun tidak boleh mencari kebenaran, kebenaran absolut dikendalikan oleh gereja. Karena jika ada yang mencari kebenaran itu sudah dianggap melanggar aturan sehingga hukuman pun berlaku. Korban dalam masa itu contohnya Galileo Galilei, yang mana beliau melakukan percobaan dalam mengukur kecepatan suara, beliau melakukan percobaan di gunung, kemudian dengan menggunakan api juga, sehingga dianggap melakukan praktik perdukunan. Ada banyak sekali korban pada saat itu, namun tidak bisa disebutkan satu per satu. Kemudian, mereka membangkitkan kembali filsafat lama dengan tokohnya Aristoteles (Realisme), dan Plato (Idealisme). Jasa dunia timur setelah peperangan dengan dunia Islam seperti perang salib dll. Setelah Turki kalah (dunia timur), ditemukan dokumen tersebut oleh orang barat sehingga ada modal untuk perkembangan filsafat modern. Kemudian berkembanglah rasionalisme dan pengalaman. Biasanya disebut intuisi, aksioma-aksioma, dan postulat. Postulat itu milik para dewa. Jadi, dalam berfilsafat itu ada benar maupun salahnya. Misalkan, "aturan para siswa" itu dinilai salah, yang benar adalah "aturan sekolah dilaksanakan para siswa" karena tidak sesuai dengan ruang dan waktunya. Pada saat itu, terjadi perdebatan yang mana antara mendukung "analitik apriori" dan "sintetik aposteriori". Descartes beserta pengikutnya mengemukakan bahwa ilmu itu harus berdasarkan pikiran. Sebenar - benarnya ilmu itu di atas pengalaman. Kemudian lahirlah filsafat yang dikemukakan oleh Immanuel Kant, disebut Kanialisme, Kant mendamaikan perdebatan antara kedua belah pihak, beliau menganggap Rene Descartes itu terlalu mendewa-dewakan pikiran tetapi melupakan pengalaman dan menganggap David Hum yang terlalu mendewakan pengalaman tetapi melupakan pikiran. Maka Kant menyebutkan kalimat yang berlaku bagi kedua belah pihak, "Sebenar- benar ilmu adalah unsur pikiran (apriori) dan unsur pengalaman (sintetik) sehingga disebut dengan sintetik apriori".

Adapun istilah transenden, dalam filsafat disebut transendentalisme. Pemikiran itu ada yang di atas, maupun ada yang di bawah. Dari bawah berdasarkan persepsi, kesadaran, dan imajinasi. sehingga yang paling bawah melahirkan sensasi. Itulah proses lahirnya pengetahuan. Adapun bentuk formal (formalisme), logika (logicism), koheren/konsisten (koherenisme), korespondensi/cocok. Kemudian sampailah kepada elegi yang disebut "bendungan comte" (Auguste Compte). Auguste Compte adalah orang berkebangsaan Perancis, mahasiswa politeknik namun dia telah di drop out karena pada dasarnya dia tidak suka hitung menghitung, menyukai tulis menulis dengan membuat buku dengan aliran filsafat Positivisme. Beliau menjelaskan bahwa tidak menggunakan agama karena irrasional. Diatas agama, terdapat filsafat, diatasnya lagi terdapat Positivisme (saintifik). Jadi, kurikulum 2013 saat ini didefinisikan kemenangan Auguste Compte.

Kurikulum 2013 itu berbasis spiritualisme, Auguste Compte menganggap itu irrasional. Struktur filsafat itu adalah material, formal, normatif, dan spiritual. Spiritual itu sebagai komandan dalam berfilsafat. Terdapat pilar - pilar dalam dunia timur tanpa disadari, yaitu formalisme, absolutisme, ilmu-ilmu dasar matematika murni, biologi murni dsb dirangkum dalam bentuk teknologi dengan kinerja yang luar biasa membuat orang terheran-heran. Sehingga dalam struktur filsafat digambarkan dari yang rendah, yaitu archae (masyarakat batu), tribal (sebenar- benarnya tribal adalah dewanya batu), kemudian tradisional, feudal, modern, post modern, dan yang paling atas yaitu power now. Misalkan dalam situs Y*ho*, itu adalah terasnya post modern. Karena adanya spiritualisme maka tahun 1921 ada seorang tokoh sosiologi meneliti agama di daerah tradisional dan tribal di muara - muara sungai suku aborigin, Australia. Maka dengan kondisi semacam itu, dapat kita bayangkan negara Indonesia dengan konteksnya luas, negara, ideologi, jati diri yang kecil. Setiap hari dilawan habis-habisan dengan wha**app, tw*tter, dll. Sehingga membingungkan presiden untuk kesana kemari karena akibatnya ada pada kurs mata uang, rupiah menjadi naik, dan dollar nya menjadi turun. Karena kondisi seperti ini, kita tidak memiliki jati diri. Tetapi jika mempunyai jati diri maka presiden harus memiliki spiritual dan berkarakter. Negara seperti singapura, Inggris, dll memiliki telur/ calon yang menetas sehingga menjadi maju dan solid di negaranya. Adapun presiden yang sudah terlena dengan kekuasaan sampai - sampai ingin menjadi presiden seumur hidup. Kemudian bapak Marsigit menggambarkan adanya gunung - gunung dan pantai, kita diibaratkan ikan yang sedang berenang di lautan. Yang diatas lahirlah ilmu- ilmu dasar naturalisme dll dan dibawah itu ilmu - ilmu humaniora. Indonesia telah dihabisi oleh ilmu humaniora, namun Indonesia masih tidak sadar. Mereka mengambil kesempatan untuk pribadi dan golongan contohnya pejabat. Maka pejabat sekarang juga sesuai keinginan sendiri serta menterinya pun juga seperti itu.

Dalam menggambarkan itu semua contohnya kurikulum 2013, adapun pendekar - pendekar dunia yang ditopang oleh Kapitalisme, pragmatisme, utilitarianisme, hedonisme, liberalisme. Sesuai paham itu, maka para pemimpin dipilih dari universitas, bukan dari basic Pendidikan. Dengan belajar filsafat, diibaratkan semua limbah mengalir ke laut, tidak mau diproduksi oleh power now. Ibaratkan air laut sudah banyak tercemar, maka orang - orang seperti kita tidak berani untuk mengungkapkan pendapat secara langsung, nantinya akan berdampak pada stabilitas. Filsafat itu membangun diri sendiri, berbeda dengan politik harus mengumpulkan banyak orang. Saat ini yang bisa kami lakukan hanyalah menyesuaikan terhadap ruang dan waktunya.

Dalam dunia pendidikan, sekarang ada misi dalam "bela negara". Menurut pak Marsigit, bela negara itu berdimensi dan berstruktur. Bela negara itu harus sesuai dengan ruang dan waktunya. Misalkan, menggambarkan suatu peristiwa dengan berfilsafat dengan bahasa yang lain. Salah satu cara menngungkapkannya yaitu dengan elegi. Elegi itu menggambarkan anti tesis agar berpikir dan tidak terjerumus ke dalam hidup yang parsial. Dalam bela negara, bisa melalui tulisan - tulisan contohnya saja berelegi. Filsafat memiliki banyak perangkat sehingga kita bisa menerapkan bela negara dengan berbagai cara.

Adapun yang menanyakan tentang kurikulum 2013, "Kita harus selalu berinovasi dalam proses pendidikan. Sedangkan materinya banyak sekali. Bagaimana caranya agar dalam kurun waktu yang segitu bisa cukup untuk menyampaikan materi?". Bapak Marsigit menjawab,"Coba contoh pembelajaran saya, saya menciptakan inovasi dengan blog elegi. Dengan begitu, materi tersampaikan semua. Ini merupakan contoh pembelajaran juga untuk mahasiswa".

Meninjau kembali bahwa pernyataan "kurikulum 2013 adalah kemenangan Auguste Compte. Mengapa spiritual itu masih ada di dalam kurikulum 2013?". Bapak menjawab. "Dengan ontologi saintifik, mereka, para pejabat tidak ingin mengungkapkan pernyataan yang tinggi - tinggi padahal pada kenyataan sejarahnya seperti itu, Positivisme adalah kemenangan Auguste Compte, mereka tidak mengakuinya, mereka hanya mengungkapkan bahwa tatap masa depan saja. sehingga negara tidak mengetahui sejarah negaranya jadi berkarakter lemah, maka metode saintifik itu mengamati dan menanya itu tidak punya makna. Dalam kenyataannya, pada scientific methods yang mana isinya mencantumkan hipotesis. Di Indonesia, struktur "menanya" dalam scientific methods diibaratken untuk membuat hipotesis. Sebenar - benarnya hipotesis itu diterima atau ditolak dengan percobaan. Ternyata pimpinan canggung, pakarnya juga canggung. Kurikulum 2013 itu dianggap masih mitos, untuk itu filsafat digunakan untuk memerdekakan diri dari kesemena-menaan dari kepala sekolah, pemerintah dll."

Kesimpulan dari tulisan ini adalah bangunlah duniamu sendiri, bangunlah pikiranmu sendiri dengan didasari oleh spiritual dan tetap sopan terhadap ruang dan waktu. Sadarlah apa yang terjadi pada duniamu, pada negaramu, pada keadaan sekitarmu. Berpikir setinggi - tingginya, agar dirimu tidak terjebak ke dalam mitos dan parsial. Jika dalam lingkup pendidikan, ungkapkan semua itu disana, filsafat itu banyak sekali perangkatnya, gunakanlah sebaik - baiknya ilmu dan pengetahuan dalam diri masing-masing, jadilah dirimu sendiri yang mampu memimpin dunia itu.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/04 November 2015/07.30)

Selasa, 03 November 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 6 "Tes Jawab Singkat keempat" dan "Memahami diri kita dalam Filsafat"

Pada hari Rabu tanggal 28 Oktober 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk bersiap - siap untuk mengikuti tes tanya jawab ke 4. Tes ini seperti biasa, dengan pertanyaan sebanyak 50, kami menjawabnya secara langsung dalam waktu beberapa detik. Kemudian, kami mencocokkan jawaban dengan jawaban bapak Marsigit, sehingga alhamdulillah saya mendapatkan nilai hanya 2. Pertama, kami membahas tentang "Nihilisme" dan "Fallibisme". Nihilisme itu ada atau tidaknya terikat dengan ruang dan waktu. Jika Fallibilisme itu benar adanya (benar pada kenyataannya seperti itu). Kemudian tidak memikirkannya secara mendalam. Filsafat itu intensif dan bersifat radikalisme, memperjuangkan sedalam- dalamnya. Pertanyaannya sepele, materialnya pikiran, pikiran dimaterialkan dalam bentuk alat hitung maupun buku. Pikirannya material berarti dibentuk dalam hukum-hukum yang terjadi. Materialnya formal adalah bentuk wadah. Kemudian formalnya material, adalah (misalnya) batu peresmian. Fallibisme artinya jika menjawab salah tetap bernilai benar. contohnya saja anak kecil jika ditanya rumus matematika ini itu, tetapi anak kecil itu menjawab belum diajari maka jawaban anak kecil itu "benar". Terkait dengan radikalisme, "radik" adalah akar, tidak peduli baik maupun buruk. Metode berfilsafat itu intensif dan ekstensif. Kata yang dimaksud tersebut merupakan cabang dari ilmu - ilmu filsafat tersebut,karena gerak-gerik dan perilakunya sehingga seakan - akan "radikalisme" itu negatif. Itulah yang disebut dengan stigma. Karena itu tergantung siapa yang mengatakannya. Jika mengatakan itu terus menerus berarti terjebak di dalam mitos, maka kita berfilsafat agar kita bisa mengubah "mitos" menjadi "logos". Dan sebenar benar logos tidak dalam keadaan diam. Dan tidak dalam keadaan diam, masih disintesiskan antara tesis dan anti-tesis. Kalau di dalam "zona nyaman" itu namanya tidak berpikir. Namun tidak mungkin bagi manusia itu tidak berpikir setiap harinya, kita selalu menemukan sesuatu yang baru. Karena tiap kali kita melihat matahari, tidak mungkin ada matahari yang kemarin (matahari yang kemarin kan sudah terbenam dan ganti yang baru).

Kemudian ada yang menanyakan, "Sejauh mana bijak diri dengan bijak pemerintahan?", kemudian Bapak menjawabnya, "Bijak diri itu maksudnya adalah sopan santun diri sendiri yang sesuai dengan ruang dan waktu. Contohnya, Saya menggunakan kemeja batik ketika perkuliahan, bukan menggunakan kaos atau sandal jepit, itulah tidak sopan terhadap ruang dan waktu. Maka sebenar- benar bijak adalah pengetahuan itu sendiri. Orang barat menganggap orang bijak itu yang memiliki pengetahuan, semakin ke timur orang bijak itu tidak hanya memiliki pengetahuan tetapi juga memiliki hati nurani. Maka sebenar - benarnya bijak menurut orang barat, adalah orang yang berilmu."

"Bagaimana caranya orang yang berilmu berpikir multidimensi dan berpikir dengan bijak?", Beliau menjawab, "Manusia itu suka dan tidak suka menembus ruang dan waktu, tumbuhan, maupun batu pun menembus ruang dan waktu. Semua kata benda saja berawal dengan kata "hari ini, hari esok, dua tahun yang lalu". Kan tidak ada benda yang alergi terhadap ruang dan waktu. Belajar itu mengadakan dari yang mungkin ada menjadi ada, maka setiap yang ada mewakili dunianya. Contohnya, satu kata "ayam", maka bisa dikatakan dunia ayam bahkan bisa membuat buku yang isinya hanya tentang ayam. Setiap kau bisa mengadakan yang mungkin ada, maka bisa meningkatkan satu level dalam dirimu (tergantung keikhlasan)".

Adapun pertanyaan lainnya "Mengapa pikiran itu sulit menggapai hati, dan pikiran itu sulit untuk diungkapkan?", Beliau dengan senang hati menjawab pertanyaan tersebut,"Dalam persoalan filsafat itu ada 2, menjelaskan apa yang kau ketahui? yang kedua memahami apa yang ada di pikiranmu? Semua jawaban itu tidak ada yang memuaskan karena itu bersangkut paut dengan ontologisnya, karena manusia itu bersifat terbatas, manusia itu tidak mampu menuliskan semua pikirannya. Tidak akan mampu memikirkan semua relung hati. Karena itulah manusia itu bisa hidup. Perasaan dan pikiran itu lebih luas daripada laut. Hati itu seluas ciptaan Tuhan jika dikehendaki oleh Tuhan. Kita bisa berempati kepada semua makhluk Tuhan. Itulah keterbatasan manusia. Misal, ketika kita berdoa, pikiran kita harus berhenti. Itulah yang dinamakan ikhlas. Doa yang paling tinggi levelnya adalah dengan menyebut namanya Tuhan. Masalahnya, bermilyar - milyar dirimu menyebut namaNya, belum tentu semuanya dikabulkan. Yah tinggal bagaimana cara kita berusaha, sehingga dalam keadan apapun disarankan untuk menyebut nama Tuhan."

"Filsafat itu luas, maka adakah filsafat untuk orang - orang atheisme?". Beliau menjelaskan,"Saya katakan filsafat itu diri kita masing-masing, diri kita masing-masing itu siapa? diriku dirimu? Karena filsafat itu diriku dirimu, maka mengambil formula bahwa filsafat itu didasari oleh spiritual sehingga tidak melenceng dari spiritualitas masing - masing. Belum tentu mereka punya Tuhan, filsafat itu olah pikir yang refleksif dan menjawab pertanyaan "mengapa". Berfilsafat itu metafisika setelah yang fisik. Contohnya jiwamu, modalmu, karyamu dst. Siapakah sebenar- benarnya saya, diberi waktu yang banyak aku tidak bisa menyebut diri saya. Semakin ke bawah semakin plural, semakin ke atas semakin mono, yaitu kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Semakin ke atas adalah semakin identitas, semakin ke bawah itu kontradiksi. Maka yang kontradiksi para daksa, yang identitas para dewa. Jangan salah paham, ayam itu dewanya cacing, namun cacing tidak bisa melihat kesalahan ayam."

Dalam pendidikan, Sebenar - benarnya guru adalah fasilitator, bukan jamannya lagi menggurui murid - muridnya. Momok dalam siswa saat ini adalah matematika, namun yang sebenarnya momok adalah guru itu sendiri. Dan guru itu sendiri yang banyak memakan ruang dan waktu.

Jadi, kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan di atas adalah kita itu terikat pada ruang dan waktu, dan sesuatu yang bisa dikatakan benar, memang seperti itulah kenyataannya yang sesuai dengan ruang dan waktu itu. Jadilah orang yang bijaksana terhadap ruang dan waktu, agar tidak berkontradiksi dengan subyek maupun material yang lain. Bijak itu tergantung juga terhadap hati dan pikiran, manusia tidak bisa menggapai hati dan pikiran karena manusia itu terbatas, namun ketahuilah karena itu semua manusia bisa hidup. Selain menjadi orang yang bijaksana, tetap dasarilah diri masing - masing dengan spiritual, agar hidup kita lebih berarti dan tidak meleset dari jalan Tuhan.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/28 Oktobber 2015/07.30)

Rabu, 21 Oktober 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 5 "Tes Jawab Singkat ketiga" dan "Secuil komponen dalam Filsafat"

Hari ini tanggal 21 Oktober 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk bersiap - siap untuk mengikuti tes tanya jawab ke 3. Tes ini seperti biasa, dengan pertanyaan sebanyak 50, kami menjawabnya secara langsung dalam waktu beberapa detik. Kemudian, kami mencocokkan jawaban dengan jawaban bapak Marsigit, sehingga alhamdulillah saya mendapatkan nilai 10. Kami membahas tentang salah dan benar dalam filsafat. Salah dalam filsafat. Salah dan benar itu hanya satu titik kecil dalam filsafat. Masalah benar dan salah itu diposisikan dalam keseluruhan daripada membangun pola pikir dalam berfilsafat. Unsur benar dan salah itu adalah suatu struktur yang ada di dalamnya. Masalah benar dan salah itu termasuk besar dan penting. Contohnya, pada saat kami tes jawab singkat, awal dari kata - kata bapak sudah menyebutkan kata "wadah". Yang artinya, semua yang ada di dalamnya merupakan tentang wadah, sehingga filsafatnya tentang wadah juga. Benar dan salah itu sebanyak pikiran para filsuf. Pandangan yang menyatakan yang benar itu yang tetap menurut Fermelides. Heracritos menyatakan bahwa yang benar itu adalah yang berubah. Jadi, wadah, batu, manusia, salah, benar, itu semua menjadi "yang ada" dan "yang mungkin ada"dimana yang menjadi kajian dalam berfilsafat. Seperti yang beliau katakan sebelumnya,"Bermilyar - milyar pangkat semilyar, aku belum selesai menyebut yang ada"

Filsuf pertama hingga saat ini selalu saja "yang benar" itu yang ada di dalam pikiran. "yang benar" juga berada di luar pikiran. Benarnya matematika itu "konsisten", benarnya pengalaman itu "kecocokan/korespondensi", benarnya logika itu "konsisten", benarnya para dewa itu "transenden", dan benarnya Tuhan itu "absolut". Itulah perbedaan ruang dan waktu. Sesuai dengan Fermelides, kita bisa melihat apa yang tetap dalam diri kita. Sebelum kita lahir, setelah kita lahir, kita tetap ciptaan Tuhan, selama hidup kita masih bernafas dan tidak ada perubahan, sehingga pernyataan itu tidak ada yang membantah. Salah dalam filsafat itu ketika tidak sesuai dengan ruang dan waktu.

Ada sebuah contoh dalam matematika, "4 x 6 berapa bang?", kemudian jawabnya "72 ribu" (keadaan di studio foto), "4 x 6 berapa?", jawabnya "24" (keadaan di sekolah), "7 + 2 berapa?" jawabnya "1 jika basisnya 8" (keadaan saat perkuliahan). Dalam contoh tersebut, mengandung pesan bahwa kita harus adil dengan "yang ada" dan "mungkin ada" di dalam pikiran kita. Dalam hal ini, jika salah memutuskan dalam pandangan filsafat adalah tidak sopan terhadap ruang dan waktu. Ketika ada acara seminar untuk pendidikan matematika, pada saat itu salah satu mahasiswa tersebut tidak mengikuti seminar tersebut, contoh lainnya bermain musik di luar ketika tengah malam sehingga mengganggu orang disekitarnya, maka itulah yang disebut dengan "tidak sopan terhadap ruang dan waktu"

Hidup ini bijaksana. Untuk itu, kita juga harus bijaksana terhadap ruang dan waktu dengan dilandasi kaidah - kaidah spiritual. Kaidah spiritual bertujuan untuk membahagiakan kita lahir dan bathin, dunia dan akhirat juga. Caranya adalah menembus ruang dan waktu secara bijaksana. Jangankan manusia, binatang, tumbuhan, dan batu menembus ruang dan waktu. Karena manusia memiliki akal dan pikiran/ budi dituntun oleh spiritual berbeda dengan yang lain. Jika binatang dituntun dengan instingnya, sedangkan batu memiliki potensi. Maka manusia itu fatal dan vital, fatal merupakan kodratnya, vital merupakan potensinya. Potensi manusia itu "ikhtiar". Manusia itu memiliki potensi, naluri, dan insting sehingga manusia itu memiliki intuisi, jika manusia cerdas, maka itu semua ditambah dengan kompetensi. Dalam filsafat, ada yang disebut skeptisme. menghindari skeptisme itu tidaklah bisa. Lebih baik membangun dunia yang komprehensif yang memiliki solusi dengan ilmu filsafat yang kita pelajari, daripada menghindar. Persoalan itu harus dikelola, bukannya malah dihindari.

Selama ini kita mempelajari filsafat dengan mengetahui nama - nama ahli filsafat, namun kita belum mengetahui, untuk menjadi seorang filsuf itu adakah sesuatu yang harus dipenuhi?. Seorang filsuf yang hebat tidak akan mengakui bahwa dirinya dalah seorang "filsuf". Seseorang yang mengaku sebagai filsuf, bisa saja itu adalah "penipu" dengan berdasarkan "proyek bodong". Nilai kebajikan seorang filsuf sama seperti seorang kiai yang kondang. Orang - orang yang lain melihatnya dengan "value". Bahkan, filsuf yang paling hebat pun merasa sedang belajar filsafat. Yang mengatakan adalah orang lain. Daripada bertanya, lebih baik mempelajari pendapat-pendapat para filsuf. Berfilsafat itu "meta" di sebaliknya yang tampak. Tidak untuk anak kecil. Orang dewasa itu juga perlu sopan terhadap anak kecil dan orang hamil.

Dengan demikian, benar dan salah dalam filsafat itu adalah sesuai, serta sopan terhadap ruang dan waktu. Selain sopan terhadap ruang dan waktu, manusia perlu membangun potensinya untuk membangun dunia yang komprehensif dan cerdas dalam mengelola persoalan tanpa menghindari. Karena adanya persoalan itu untuk dihadapi. Dalam ilmu filsafat, kita telah mengenal banyak filsuf. Seorang filsuf itu bukanlah yang mengakui dirinya sendiri, namun seorang filsuf itu sebutan untuk orang yang mencetuskan pendapat-pendapatnya, sehingga banyak orang yang menanggapi dan menyetujui pendapatnya tersebut, ada pula yang membantahnya, namun itulah yang disebut dengan berfilsafat. Dan dalam menghadapi persoalan, kita tetap memerlukan landasan,yaitu filsafat dan yang lebih kuat yaitu spiritual. Dengan adanya spiritual, kita mendapatkan arah dan tujuan yang jelas nantinya.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit, MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/21 Oktobber 2015/07.30)

Rabu, 07 Oktober 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke 4 "Tes Jawab Singkat Kedua" dan "Mengulas Fenomena dalam Filsafat"

Hari ini tanggal 07 Oktober 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Tidaklah mudah mengartikan tulisan - tulisan bapak di blog, jika kita tidak mencermati secara seksama (membaca berkali - kali). Kali ini tes jawab singkat yang kedua. Hari ini alhamdulilah saya mendapatkan nilai 18 dari 50 soal yang disebutkan pak Prof. Marsigit. Setelah itu, pak Prof menjawab pertanyaan - pertanyaan yang kami tulis setelah hasil tes diberikan. Kali ini dalam hal sikap pendidikan mengajarkan perbedaan, menurut beliau berfilsafat itu berhirarki mulai dari yang paling rendah: material,dilingkupi oleh bentuk formal, dilingkupi oleh normatif, dan dilandasi oleh spiritualisme. Dalam pandangan lain, dari yang rendah adalah Pluralism menuju tunggal, tunggal itu adalah esa. Sehingga, semua itu tercakup dalam kekuasaanNya. Jadi bisa dikatakan bahwa semua kegiatan yang kita lakukan sehari - hari adalah kuasa Tuhan. Namun, semua itu kurang deskriptif atau kurang menjelaskan keadaan tersebut artinya belum sesuai dengan ruang dan waktunya. Kehidupan itu bersifat plural, kita sendiri pun masih bersifat plural. Contohnya, kita mengajar di suatu kelas, kita mengajarkan siswanya harus sesuai dengan kita, maka itu tidaklah mungkin bisa. Akibatnya malah mempersulit diri sendiri. Kita berfilsafat artinya mencari kebenaran. Ada kebenaran absolut, kebenaran yang tidak bisa dibantah. Kebenaran yang diturunkan oleh firman Tuhan. Manusia bisa membuat kebenaran absolut, namun kebenaran absolut pada manusia itu hanya konsisten saja. "Konsisten" artinya sesuai dengan kesepakatan. Sesuatu yang tidak sesuai dengan kesepakatan akan menjadi sesuatu yang dianggap salah. Contohnya, untuk matematika yang murni, itu adalah kebenaran absolut, tetapi itu hanya benar pada pikiran manusia. Dalam kenyataannya tidak bisa diungkap. Nah, sekarang kita sedikit beralih ke masa lampau, pasti penasaran, bagaimana ilmu filsafat bisa masuk ke agama islam, padahal filsafat itu kan dari pikiran, sedangkan agama berasal dari hati maupun pikiran, dan Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu filsafat itu bisa masuk ke agama islam itu salah satunya melalui peperangan. Di waktu sekarang saja, masih ada peperangan di Timur Tengah yang pengungsinya bertempat di Eropa. Pengungsi tersebut membawa sifat, karakter, pikiran - pikiran dan tentunya juga budaya. Kemanapun mereka bertempat, mereka meletakkan landasan dengan waktu yang lama. Garis keturunannya akan mempengaruhi kebudayaan di tempat mereka berpijak. Setelah itu, mereka berinteraksi satu sama lain. Jadi, secara pemikiran, filsafat Yunani Kuno itu sebenarnya memiliki dokumen - dokumen penting, suatu ketika terjadi peperangan dunia timur, saat itu dunia islam melalui Negara Turki, sehingga ada sebagian karya dari yunani kuno itu dibawa sampai ke dunia islam. Di samping itu, dunia barat memasuki zaman gelap (sekitar abad 12- 13) yang mana pengaruh gereja mendominasi. Pengaruh gereja tersebut berhak menetapkan aturan - aturan, termasuk baik dan buruknya semua bergantung pada gereja. Semua orang pada saat itu tidak bisa mengklaim suatu kebenaran. Jika ada yang mengklaim suatu kebenaran maka akan mendapatkan hukuman, termasuk semua dokumen - dokumen penting tersebut habis. Setelah itu terjadi lagi peperangan sehingga bangsa barat menguasai timur, ditemukanlah dokumen - dokumen pada zaman Yunani kuno, termasuk tokoh - tokoh filsafat seperti Aristoteles, Plato, Socrates,dsb. Jadi, dunia timur ini menyelamatkan dokumen - dokumen lama dari Yunani kuno. Andaikan saja dunia timur tidak menyelamatkan dokumen itu, maka sampai saat ini pun filsafat tidak akan berkembang. Itulah pentingnya sebuah pergaulan walaupun pergaulan tersebut dalam bentuk "peperangan". Sehingga dari dunia timur tersebut, essensial di dalamnya diberi unsur spiritualisme, artinya ditambahkan unsur hati (selain pikiran). Ilmu bukan semata - mata pikiran tetapi hatinya juga. Untuk mencari Tuhan, tidak cukup hanya dipikirkan saja, tetapi juga dikerjakan, beribadah. Insyaallah akan bertemu dengan Tuhan. Sehingga, seperti itulah filsafat dunia timur. Contohnya saja di jogja, selain ada olah pikiran, hati pun juga harus diolah, agar bisa bersopan santun terhadap ruang dan waktu. Dapat kita simpulkan bahwa nilai bijak filsafat dunia barat itu adalah "orang yang mencari" sedangkan filsafat dunia timur adalah "orang yang memberi".Orang yang ada di barat, walaupun dia sudah tua (berambut putih) masih saja mencari ilmu maka orang tersebut adalah orang yang bijaksana. Tetapi jika di dunia timur seperti itu, maka orang tersebut dianggap "tidak tahu diri"(tidak bijaksana).Akibatnya, dengan basis seperti itu, orang bijaksana adalah orang yang memberi. Hidup itu berinteraksi bermilyar - milyar sumbu yang berpasang-pasangan. Dan interaksi antara baik dan buruk. Manusia itu adakala nya bersifat baik serta ada yang bersifat buruk. Bagaimana kita menambah kebaikan dan mengurangi keburukan. Sebuah persoalan tidak semuanya dihindari, namun dikelola untuk menjadi lebih baik. Kita harus menjaga keseimbangan dalam sisi dalam diri kita, mensintesiskan contohnya antara laki - laki dengan perempuan. Se milyar pangkat semilyar pun tidak akan bisa mendefinisikan aspek- aspek yang dihubungkan tersebut. Misalnya, kita berdoa saja tanpa berusaha, kita tidak akan mendapatkan. Sebaliknya, kita pun jika berusaha terus tanpa berdoa juga tidak mendapatkan. Jadi harus seimbang antara ikhtiar dan doa jika keinginannya ingin dikabulkan. Berdoa itu termasuk fenomena siklik. Fenomena berusaha terus itu digambarkan secara linear (kelewatan tanpa arah). Berdoa itu menjadi penting agar tidak melewati batas arah dalam hidup. Dari itu semua dapat disimpulkan bahwa, perbedaan itu pasti ada, kalaupun sama itu tidak akan sama persis. Namun, dari perbedaan itu kita bisa menjadikan suatu hubungan yang harmonis antar masyarakat. Kita tidak bisa memaksakan kehendak hidup kita kepada orang lain. Masing - masing dari kita memiliki intuisi. Agar intuisi - intuisi itu tidak rusak maka dibangunlah sebuah norma. Norma memberi batasan, menjadikan kita lebih terarah. Salah satu norma dalam hidup kita adalah agama. Selain berusaha, kita diharuskan untuk berdoa. Mensyukuri segala nikmat yang diberikan kepadaNya. Penjelasan bapak Marsigit membuka wawasan kita, bahwasannya hidup itu dengan pikiran dan hati. Dengan pikiran kita dapat mengembangkan ilmu kita, dan dengan hati kita ikhlas dalam berusaha agar bermanfaat di dunia dan akhirat. Sejarah filsafat adalah bagian cerita dari masa lalu yang melahirkan banyak cabang - cabang ilmu - ilmu filsafat pada masa kini maupun mendatang. Walaupun banyak sekali macam - macam ilmu filsafat, kita juga harus tetap melandasinya dengan spiritualisme, agar hidup kita lebih terarah dengan arah yang lebih baik dan baik lagi nantinya. (By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/07 Oktobber 2015/07.30)

Filsafat Ilmu Pertemuan ke 3 "Tes Jawab Singkat"

Hari Rabu, tanggal 30 September 2015, pukul 07.30, saya bersama teman - teman ada jadwal kuliah filsafat di kelas PPG 1 lantai 2 gedung FMIPA UNY. Setelah bapak Marsigit memasuki ruangan, kita sudah mengatur kursi - kursi dengan bentuk melengkung, sebanyak 2 baris. Kami bersiap untuk tes jawab singkat saat itu juga, nama lainnya tes jawab singkat ini mungkin "dikte" dan langsung ditulis jawabannya pada saat itu juga. Iya, kita tidak mempersiapkan apapun untuk menjawab soal soal tersebut, namun kita hanya perlu mengingat apapun yang telah kita baca. Aku terus mengingat - ingat dan mengira - ngira jawaban itu semua. Setelah selesai kita semua menjawab soal, lembar jawaban kita tukar dengan teman yang posisinya di depan kita dan dicocokkan jawabannya dengan jawaban pak Marsigit. Kami pun antusias mendengarkan jawaban - jawabannya. Ternyata, semua jawaban yang kita tulis hampir 90% salah. Nilai tertinggi di kelas kami yaitu 20 dan nilai terendah yaitu 0 dari 50 soal yang disebutkan pak Marsigit. Sedangkan saya mendapat nilai hanya 6. Alhamdulilah disyukuri saja, itu hasil pikiran sendiri dan pertamakalinya tes jawab singkat. "Experience is a good teacher".Sebenarnya tanpa refleksi untuk pertemuan ke 3. Tapi menulis di blog is okelah. :) (By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/30 September 2015/07.30)

Rabu, 16 September 2015

Kuliah Filsafat Ilmu Pertemuan ke 2 "Mendefinisikan Ada"

Hari ini tanggal 16 September 2015, pukul 07.30, saya bersama teman - teman ada jadwal kuliah filsafat di kelas PPG 1 lantai 2 gedung FMIPA UNY. Kami menunggu hingga pukul 07.39, dosen kami bapak Prof. Marsigit, MA baru sampai di kelas. Setelah di kelas, susunan meja kami juga berubah lagi. Kami memindahkan kursi - kursi kami sehingga membentuk huruf U dimana di tengahnya adalah posisi pak Marsigit. Seperti biasa, kami diperintahkan untuk merekan setiap kali pertemuan perkuliahan. Berawal dari cerita beliau tentang mengendarai sepeda motor dengan pengendaranya. Sepeda motor sebagai "wadahnya" dan pengendaranya sebagai "isi" nya. Dan isi menyesuaikan wadahnya. Wadah tidak pernah sama dengan isinya. Beliau menjelaskan bahwa kamu tidak akan pernah bisa mendefinisikan dirimu sendiri walaupun 1 milyar memiliki pangkat 1 milyar, kamu tidak cukup untuk mendefinisikan bahwa kamu itu ada, yang ada hanyalah sebagian kecil dari diri kita. misalnya, kacamata ini milik pak Marsigit. Sehingga sebenar - benarnya hidup adalah berusaha untuk mengertinya, walaupun sadar tidak akan pernah sempurna memahami, karena yang maha sempurna adalah Tuhan. Karena tidak sempurnalah manusia menjadi hidup. Jadi hidupnya manusia itu ketidaksempurnaan dalam kesempurnaan. Ada pula, beliau bertanya kepada salah satu mahasiswa, "dimana ayahmu?' dan kemudian mahasiswa itu menjawab pada suatu tempat. Kemudian beliau menjelaskan, ayahmu itu sebenarnya berada di pikiranmu. Perbedaan di dalam pikiran dan di luar pikiran. Perbedaan tersebut diulas oleh pak Marsigit sehingga beliau menjelaskan dalam sudut pandang yang berbeda. Ada aliran ideologi, yang menjelaskan bahwa benda itu bisa dipikirkan dan contoh tokohnya adalah Plato. Ada pula aliran realisme yang menjelaskan benda itu jika tidak terlihat ya sudah tidak ada, contoh tokohnya adalah Aristoteles.Obyek filsafat adalah yang "ada" dan yang "mungkin ada". Contohnya, tanggal lahir cucu pak Marsigit mungkin ada, tetapi belum ada di pikiran kita. Manusia itu kurang sempurna, namun ketidaksempurnaan itu membuat kita ada. Jika kita diberi keistimewaan/ kesempurnaan, maka hidup kita bisa menjadi kacau. Misalkan, bayangkan anda bisa mendengar semua frekuensi bahkan semut pun bisa didengar, sehingga tidak bisa tidur. Maka, jangan pernah bercita-cita menjadi orang yang sakti. Allah sungguh Maha Kuasa, informasi bisa masuk ke pikiran kita, tanpa harus susah payah untuk mengubah bentuk kepala kita. Itu, salah satu cara memanfaatkan filsafat, untuk bersyukur kepada Allah swt. (By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/16 September 2015/07.30)

Rabu, 09 September 2015

Kesan Kuliah Filsafat di Pascasarjana UNY

By Diana Amirotuz Zuraida (UNY PASCA/PM B/15709251066) Minggu pertama masuk kuliah dengan mata kuliah filsafat pada hari rabu tanggal 09 september 2015.Pada pagi hari sekitar pukul 07.15 saya ada kuliah tempatnya di FMIPA, saya dan teman - teman sekelas sudah siap di tempat untuk mengikuti kegiatan perkuliahan filsafat. Beberapa menit kemudian, Bapak dosen datang. Ketika beliau datang, pertama kali yang beliau komentari adalah susunan tempat duduk kami. Beliau mengatakan bahwa susunan bangku kami seperi murid sd. Tentu saja kami yang ada di kelas merasa tercengang, kan seperti biasanya sudah seperti itu susunannya. Kemudian kami diperintahkan untuk mengubah susunan kursi kami, sehingga kursi - kursi kami lebih mendekat jaraknya kepada beliau.Tak lama kemudian kami diperintahkan untuk membawa ponsel masing - masing ke meja beliau guna merekam apa yang dibicarakan oleh beliau agar nanti bisa dijadikan refleksi. Menurut saya, ide beliau itu juga baik, sehingga kami juga bisa belajar untuk me review apapun yang terjadi di kelas pada saat itu. Setelah itu, beliau baru memperkenalkan diri. Nama beliau adalah bapak profesor Marsigit yang memiliki gelar master of art dari salah satu universitas di London. Nama kami juga dipanggil satu per satu agar mengenal asalnya. Tak lama kemudian beliau memaparkan gambaran kegiatan belajar pada mata kuliah filsafat. Menurut beliau,filsafat identik dengan membaca, metode yang dipakai dalam pembelajaran filsafat ini yaitu pembelajaran yang inovatif dan futuristic. Dalam metode ini, kami memiliki syarat perlu dan syarat cukup. Syarat perlunya yaitu ujian, sedangkan syarat cukupnya adalah kualitas komentar. Tugasnya adalah mengomentari setiap postingan yang ada di blog beliau yaitu http://powermathematics.blogspot.com . untuk kelulusan mendapat nilai terbaik, perlu memberikan kurang lebih 600 komentar. Jika dihitung, kira - kira per hari sekurang - kurangnya 7 komentar. "Waww...banyak sekali"kataku. Menurut saya, beliau orang yang kreatif. Belum pernah sebelumnya perkuliahan yang memanfaatkan adanya blog untuk belajar mata kuliah secara kontinu seperti ini, ide ini membantu para mahasiswa untuk membuka wawasan mengenai filsafat, isu - isu pendidikan, dan lain sebagainya. Saya akan berusaha dengan sebaik - baiknya untuk mengembangkan ilmu saya melalui mata kuliah ini. Semoga saya mendapatkan nilai yang terbaik. Amiin.

Diana's Space: Kesan Kuliah Filsafat di Pascasarjana UNY

Diana's Space: Kesan Kuliah Filsafat di Pascasarjana UNY: By Diana Amirotuz Zuraida (UNY PASCA/PM B/15709251066) Minggu pertama masuk kuliah dengan mata kuliah filsafat pada hari rabu tanggal 09 se...