Rabu, 07 Oktober 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke 4 "Tes Jawab Singkat Kedua" dan "Mengulas Fenomena dalam Filsafat"

Hari ini tanggal 07 Oktober 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Tidaklah mudah mengartikan tulisan - tulisan bapak di blog, jika kita tidak mencermati secara seksama (membaca berkali - kali). Kali ini tes jawab singkat yang kedua. Hari ini alhamdulilah saya mendapatkan nilai 18 dari 50 soal yang disebutkan pak Prof. Marsigit. Setelah itu, pak Prof menjawab pertanyaan - pertanyaan yang kami tulis setelah hasil tes diberikan. Kali ini dalam hal sikap pendidikan mengajarkan perbedaan, menurut beliau berfilsafat itu berhirarki mulai dari yang paling rendah: material,dilingkupi oleh bentuk formal, dilingkupi oleh normatif, dan dilandasi oleh spiritualisme. Dalam pandangan lain, dari yang rendah adalah Pluralism menuju tunggal, tunggal itu adalah esa. Sehingga, semua itu tercakup dalam kekuasaanNya. Jadi bisa dikatakan bahwa semua kegiatan yang kita lakukan sehari - hari adalah kuasa Tuhan. Namun, semua itu kurang deskriptif atau kurang menjelaskan keadaan tersebut artinya belum sesuai dengan ruang dan waktunya. Kehidupan itu bersifat plural, kita sendiri pun masih bersifat plural. Contohnya, kita mengajar di suatu kelas, kita mengajarkan siswanya harus sesuai dengan kita, maka itu tidaklah mungkin bisa. Akibatnya malah mempersulit diri sendiri. Kita berfilsafat artinya mencari kebenaran. Ada kebenaran absolut, kebenaran yang tidak bisa dibantah. Kebenaran yang diturunkan oleh firman Tuhan. Manusia bisa membuat kebenaran absolut, namun kebenaran absolut pada manusia itu hanya konsisten saja. "Konsisten" artinya sesuai dengan kesepakatan. Sesuatu yang tidak sesuai dengan kesepakatan akan menjadi sesuatu yang dianggap salah. Contohnya, untuk matematika yang murni, itu adalah kebenaran absolut, tetapi itu hanya benar pada pikiran manusia. Dalam kenyataannya tidak bisa diungkap. Nah, sekarang kita sedikit beralih ke masa lampau, pasti penasaran, bagaimana ilmu filsafat bisa masuk ke agama islam, padahal filsafat itu kan dari pikiran, sedangkan agama berasal dari hati maupun pikiran, dan Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu filsafat itu bisa masuk ke agama islam itu salah satunya melalui peperangan. Di waktu sekarang saja, masih ada peperangan di Timur Tengah yang pengungsinya bertempat di Eropa. Pengungsi tersebut membawa sifat, karakter, pikiran - pikiran dan tentunya juga budaya. Kemanapun mereka bertempat, mereka meletakkan landasan dengan waktu yang lama. Garis keturunannya akan mempengaruhi kebudayaan di tempat mereka berpijak. Setelah itu, mereka berinteraksi satu sama lain. Jadi, secara pemikiran, filsafat Yunani Kuno itu sebenarnya memiliki dokumen - dokumen penting, suatu ketika terjadi peperangan dunia timur, saat itu dunia islam melalui Negara Turki, sehingga ada sebagian karya dari yunani kuno itu dibawa sampai ke dunia islam. Di samping itu, dunia barat memasuki zaman gelap (sekitar abad 12- 13) yang mana pengaruh gereja mendominasi. Pengaruh gereja tersebut berhak menetapkan aturan - aturan, termasuk baik dan buruknya semua bergantung pada gereja. Semua orang pada saat itu tidak bisa mengklaim suatu kebenaran. Jika ada yang mengklaim suatu kebenaran maka akan mendapatkan hukuman, termasuk semua dokumen - dokumen penting tersebut habis. Setelah itu terjadi lagi peperangan sehingga bangsa barat menguasai timur, ditemukanlah dokumen - dokumen pada zaman Yunani kuno, termasuk tokoh - tokoh filsafat seperti Aristoteles, Plato, Socrates,dsb. Jadi, dunia timur ini menyelamatkan dokumen - dokumen lama dari Yunani kuno. Andaikan saja dunia timur tidak menyelamatkan dokumen itu, maka sampai saat ini pun filsafat tidak akan berkembang. Itulah pentingnya sebuah pergaulan walaupun pergaulan tersebut dalam bentuk "peperangan". Sehingga dari dunia timur tersebut, essensial di dalamnya diberi unsur spiritualisme, artinya ditambahkan unsur hati (selain pikiran). Ilmu bukan semata - mata pikiran tetapi hatinya juga. Untuk mencari Tuhan, tidak cukup hanya dipikirkan saja, tetapi juga dikerjakan, beribadah. Insyaallah akan bertemu dengan Tuhan. Sehingga, seperti itulah filsafat dunia timur. Contohnya saja di jogja, selain ada olah pikiran, hati pun juga harus diolah, agar bisa bersopan santun terhadap ruang dan waktu. Dapat kita simpulkan bahwa nilai bijak filsafat dunia barat itu adalah "orang yang mencari" sedangkan filsafat dunia timur adalah "orang yang memberi".Orang yang ada di barat, walaupun dia sudah tua (berambut putih) masih saja mencari ilmu maka orang tersebut adalah orang yang bijaksana. Tetapi jika di dunia timur seperti itu, maka orang tersebut dianggap "tidak tahu diri"(tidak bijaksana).Akibatnya, dengan basis seperti itu, orang bijaksana adalah orang yang memberi. Hidup itu berinteraksi bermilyar - milyar sumbu yang berpasang-pasangan. Dan interaksi antara baik dan buruk. Manusia itu adakala nya bersifat baik serta ada yang bersifat buruk. Bagaimana kita menambah kebaikan dan mengurangi keburukan. Sebuah persoalan tidak semuanya dihindari, namun dikelola untuk menjadi lebih baik. Kita harus menjaga keseimbangan dalam sisi dalam diri kita, mensintesiskan contohnya antara laki - laki dengan perempuan. Se milyar pangkat semilyar pun tidak akan bisa mendefinisikan aspek- aspek yang dihubungkan tersebut. Misalnya, kita berdoa saja tanpa berusaha, kita tidak akan mendapatkan. Sebaliknya, kita pun jika berusaha terus tanpa berdoa juga tidak mendapatkan. Jadi harus seimbang antara ikhtiar dan doa jika keinginannya ingin dikabulkan. Berdoa itu termasuk fenomena siklik. Fenomena berusaha terus itu digambarkan secara linear (kelewatan tanpa arah). Berdoa itu menjadi penting agar tidak melewati batas arah dalam hidup. Dari itu semua dapat disimpulkan bahwa, perbedaan itu pasti ada, kalaupun sama itu tidak akan sama persis. Namun, dari perbedaan itu kita bisa menjadikan suatu hubungan yang harmonis antar masyarakat. Kita tidak bisa memaksakan kehendak hidup kita kepada orang lain. Masing - masing dari kita memiliki intuisi. Agar intuisi - intuisi itu tidak rusak maka dibangunlah sebuah norma. Norma memberi batasan, menjadikan kita lebih terarah. Salah satu norma dalam hidup kita adalah agama. Selain berusaha, kita diharuskan untuk berdoa. Mensyukuri segala nikmat yang diberikan kepadaNya. Penjelasan bapak Marsigit membuka wawasan kita, bahwasannya hidup itu dengan pikiran dan hati. Dengan pikiran kita dapat mengembangkan ilmu kita, dan dengan hati kita ikhlas dalam berusaha agar bermanfaat di dunia dan akhirat. Sejarah filsafat adalah bagian cerita dari masa lalu yang melahirkan banyak cabang - cabang ilmu - ilmu filsafat pada masa kini maupun mendatang. Walaupun banyak sekali macam - macam ilmu filsafat, kita juga harus tetap melandasinya dengan spiritualisme, agar hidup kita lebih terarah dengan arah yang lebih baik dan baik lagi nantinya. (By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/07 Oktobber 2015/07.30)

2 komentar:

Marsigit mengatakan...

Good synthesis

Diana amir mengatakan...

Thank you, Sir.