Selasa, 24 November 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 9; "Filsafat yang bagaimana?"

Pada hari Rabu tanggal 18 November 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk bersiap - siap untuk mengikuti proses perkuliahan. Kemudian ada tes jawab singkat selanjutnya, dan saya mendapatkan nilai 4, alhamdulilah. Filsafat itu mencakup beberapa macam konteks yang berkaitan dengan hal - hal dalam hidup kita. Seperti contoh berikut:

Mengenai etnomatika untuk pengembangan budaya lokal. Pembelajaran matematika berbasis budaya. Suatu bentuk untuk memperkaya fondasi dengan berdasarkan budaya. Berorientasi kepada siswa, melayani kepada siswa. Guru tidak bisa bersifat otoriter. Maka perlu menyesuaikan untuk para siswa Mitos dan stigma.

Mitos itu yang mestinya dipikirkan, namun tidak dipikirkan. Kita lahir itu mitos. Misalnya, ada bidadari yang turun ke bumi membentuk pelangi sebagai jembatannya. Setelah ditemukan fakta, bahwa dari pembiasan sinar dari uap air / awan. Maka, jika masih ada orang percaya kepada yang bidadari itu melewati jembatan pelangi maka disebut mitos. Mitos dan logos itu relatif, bukan absolut. Mitos, bermilyar – milyar menyebutnya maka tidak akan bisa mendefinisikan mitos. Dunia itu ada batas – batasnya. Linear maupun siklis. Shalat itu bisa berubah menjadi mitos, jika kita tidak memikirkannya. Doa itu juga menjadi mitos, terkadang tidak tahu artinya. Hidup ini setengah mitos dan setengah logos. Jika dalam matematika setengah ditambah setengah maka sama dengan satu. Namun dalam filsafat, setengah ditambah setengah itu bisa bukan sama dengan satu. Maka dapat ditambahkan pula bagian itu ada iman dan taqwa. Kita sudah bisa melihat fenomena tersebut, maka itu merupakan dimensi kita sudah lebih tinggi.

Terkait Skepticism dan pyrronism. Satu rangkaian beda zamannya saja. Filsafat itu aliran pikiran. Para filsuf mengalir saja sesuai waktunya. Hermeneutika itu filsafat kontemporer(modern) namun fenomenanya sudah ada pada zaman dahulu. Orang ragu – ragu itu sudah ada pada zamdan Yunani kemudian di Blow up oleh rene descartes. Tidak mampu membedakan mimpi dan kenyataan. Meragukan yang ada dan mungkin ada. Dan mencari kepastian. Termasuk agama juga. Seperti Rene Descartes juga meragukan Tuhan, tetapi dia sudah menemukan adanya Tuhan karena tidak ada makhluk lain yang paling sempurna, kemudian dinamakan Tuhan. Hermeneutika itu juga dialektika. Filsafat itu juga memiliki batas, batasnya juga. Pada zaman Yunani, sebutan itu ditujukan kepada Hermes, dia disamakan dan disetarakan dengan Nabi Adam. Hermeneutika juga digunakan untuk menerjemahkan kitab – kitab. Dalam mendefinisikannya kita juga harus faham, dengan memberi arti/ maksud secara implisit.

Tentang Hermeneutika dalam konteks agama dan kitab suci. Semua tergantung ruang dan waktu konsepnya, semua tergantung rumus, Kalau filsafat itu terlalu singkat maka sangat menyakitkan untuk orang lain. Mengembangkan formula pada hermeneutika. Fennomena saintifik itu fenomena menukik/ menajam. Contohnya saja, Jika kita ingin tidur, maka ada 3 macam gaya. Hidup itu fenomenya lengkap, pilarnya itu menukik, mengalir dan mengembang. Kalau orang barat itu linier, maka bijaksana orang barat itu dapat mencari sampai ke mars. Hidup itu seperti spiral, harii ini ketemu rabu, besok ketemu rabu. Semua itu untuk kita bersyukur. Hidup itu membangun kepercayaan, keluarga, rasa cinta. Maka semua itu butuh ilmu untuk membangun itu semua.

Selain itu ada Theisme, percaya pada Tuhan. Jika Pantheisme itu satu TuhanNya. Orang jepang itu memiliki banyak Tuhan, Tuhan Gunung, Tuhan Laut, dll. Tanpa disadari saat ini kita telah memiliki tuhan yang banyak, sesuatu yang disukai, fanatik, hingga maniak. Tuhan harta, jabatan dan pangkat. Setiap hari yang dipikirkan adalah itu semua. Humanisme dalam filsafat dengan psikologi berbeda. Dalam psilkologi itu manusiawi, jika filsafat itu berpusat kepada manusia. Berarti Tuhan di marginalkan. Pemikiran itu memiliki dimensi, memiliki batas, memiliki makna. Itulah pentingnya membaca agar mengetahui dimensi dan strukturnya, sesuai dengan ruang dan waktunya. Dari beberapa fenomena di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat itu memiliki kehidupan, makna, arti. Filsafat yang belum dibuktikan itu adalah mitos, dan yang sudah terbukti yaitu logos.

"Hidupku dalam fenomena Compte". Dalam hidup, kita membutuhkan suatu alat komunikasi untuk berbicara satu sama lain tanpa harus bertemu. Kemudian karena perkembangan zaman dan teknologi semakin canggih sehingga memudahkan kita. Maka, dengan adanya hp yang sekarang sudah banyak di pasaran dengan segala macam merk dan harga dari ratusan ribu sampai jutaan, mereka banyak menghabiskan waktunya dengan hp daripada dengan orang lain. Karena gadget seperti hp ini, akibatnya sosialisasi antar masyarakat rasanya kurang erat.

Selain itu, hanya karena hp, banyak anak – anak yang memanfaatkan hp sebagai mainan, sehingga mainan – mainan tradisional atau warisan budaya semakin tergerus. Contohnya, di kota sekarang ini, apakah ada yang masih bermain dengan mainan dengan bahan kayu atau bambu? Sudah tidak ada lagi. Adapun lagu – lagunya juga, saat ini banyak anak – anak yang menyanyikan lagu – lagu orang dewasa, karena sudah tidak adanya lagu anak – anak. Lagu anak – anak pada zaman dahulu, berisi tentang nasehat, ilmu, bermain, benar – benar menunjukkan dunia anak. Hp semakin maju dan semakin canggih, anak semakin cepat mempelajari teknologi ini, sehingga bisa saja menyalahgunakan fungsi dari hp. Untuk itu, sebaiknya anak-anak juga harus diawasi ketika menggunakan hp atau jauhkan hp dari jangkauan anak – anak.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/18 November 2015/07.30)

Senin, 16 November 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 8; "Metode dan Fenomena yang dihadapi saat ini"

Pada hari Rabu tanggal 11 November 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk bersiap - siap untuk mengikuti proses perkuliahan. Filsafat itu intensif dan ekstensif. Dipengaruhi oleh ada, pengada, dan mengada. Fenomena dalam negara kita ini bermacam – macam. Menyikapi powernow pada saat ini kita harus menghadapi dengan cara berfilsafat. Kita bisa meniru unsur dasar binatang, bukan kelakuan binatang. Adapun yang namanya scientific, Metode scientific itu ukurannya sepertiga dari dunia. Fenomena menukik, intensif itu meneliti. Ada fenomena lain yaitu mendatar, misalkan hari rabu ini bertemu dengan hari rabu lagi. Sedangkan fenomena powernow itu dengan fenomena linear namun tidak mengetahui sampai mana garis tersebut. Adapun yang dibangun dalam diri kita, misalkan, inner beauty, kecantikan, doa.

Metode saintifik yang berkembang di Indonesia dengan aspek mengamati, menanya, dan mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Namun jangan salah, metode saintifik tidak bisa digunakan dalam hidup, misalnya metode saintifik tidak bisa digunakan untuk menikah. Makanya, yang benar saja, budi pekerti di Indonesia itu miskin. Metode saintifik yang sebenarnya ada aspek hipotesis dihilangkan dari struktur. Hipotesis itu berpendapat, setelah berpendapat kemudian dicoba. Jika memang metode saintifik aslinya seperti itu, kemudian diterapkan di negara ini menjadi berubah sehingga Pemerintah itu dosanya berat karena berbohong kepada rakyatnya. Metode pembelajaran itu harus diatur secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan, tidak bisa sembarangan. Indonesia itu negara kecil dan lemah, sehingga menjadi cabang powernow. Maka pejabat sekarang itu tidak memperdulikan budi pekerti dan mementingkan diri sendiri. Satu sama lain bisa saja saling menjajah, demokrasi hanyalah slogan namun uang tetap berjalan serta korupsi merajalela.

Fenomena Compte, contohnya alam diri kita sendiri, handphone kita tidak hanya satu, namun ada lebih dari satu, gara – gara handphone baru, keluarga bisa berantakan. Dengan adanya teknologi ada fenomena tecnopolly, menyerahnya budaya di telapak kaki teknologi. Orang bisa merekayasa budaya baru untuk kepentingannya. Semua orang mengikuti teknologi, memiliki hp baru kecuali orang sufi. Oleh karena itulah, Indonesia termasuk darurat budi pekerti. Menterinya aja diinterogasi KPK. Bagaimana bisa? menipu saja sudah dapat mobil atau yang lain. Negara Indonesia itu digambarkan seperti anak ayam dan negara adikuasa itu digambarkan oleh burung rajawali. Jadi, sekali saja anak ayam itu melawan, akan terkena pukulan kaki burung rajawali. Artinya negara Indonesia itu masih tergolong kecil dan kurang kuat.

Beralih pada individu, orang yang bersifat kaku itu tidak flexibel. Kesulitan menembus ruang dan waktu. Kaku ini mungkin dia memiliki prinsip. Prinsip adalah postulat dan sesuai konteks ruang dan waktunya. Misalnya, masuk rumah harus mencuci kaki atau tangan dulu. Jika diterapkan absolut, bisa menjadi masalah, karena kaku itu dimensinya tunggal, berusaha tertutup oleh ruang dan waktu. Sebenar – benarnya orang kaku bisa disebut dengan orang yang bodoh daan tidak cerdas. Pikirannya juga seperti batu dan tidak bisa melihat situasi dan kondisi. Oleh karena itu, pentingnya komunikasi dan luwes (tidak kaku). Sehingga sopan yang sebenarnya itu luwes serta bisa memahami orang lain.

Kecenderungan powernow menaruh struktur spiritual di bawah. Barkley merupakan ujung tombaknya powernow. Membangun itu adalah pilihan urusan dunia dan urusan akhirat. Auguste compte memilih dunianya, bukan spiritualnya. Pada zaman orde baru pak Suharto itu malah mengejar orang – orang yang berspiritual, termasuk yang sedang diincar itu adalah Gusdur (Abdurrahman Wahid). Indonesia belum mempunyai misi ke depan untuk 100 tahun. Dalam menangani pekerjaan, harus diimbangi dengan kerja, pikir dan doa. Bukan hanya kerja saja. Maka dari itu, visi presiden (kerja, kerja, kerja) masih harus dibenahi. Dunia sekarang itu dunia persekongkolan. Tanpa persekongkolan akan kalah. Metode, media, sebuah alat hedonisme, sesuatu yang bisa menyebabkan tidur, contohnya narkoba.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebuah metode itu tidak semuanya dapat digunakan. Kita harus benar – benar bisa memilah – milah mana yang baik untuk diri kita, mana yang tidak baik untuk diri kita. Semoga kita selalu ditunjukkan jalan yang benar. Amiin.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/11 November 2015/07.30)

Rabu, 04 November 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 7 "Antara yang ada dan mungkin ada; Meneropong lebih dalam tentang filsafat "

Hari ini tanggal 4 November 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk duduk dengan meja. Kami tidak menulis namun merekam apapun suara bapak Prof Marsigit dalam proses pembelajaran. Di dalam filsaafat pokok persoalan itu "ada" dan "mungkin ada". Keterbatasan manusia tidak bisa menyebut semuanya. Jika manusia bisa menyebut semuanya, maka manusia tidak akan bisa hidup. Manusia itu reduksionisme. Artinya, membangun dunia pikiran diri sendiri, "duniaku". Misalnya, ingin membangun rumah, maka kita membeli material seperti batu, semen, pasir, dll. Dalam filosofinya, kita bisa memilih karakter, yang mana tesisnya tetap dan anti tesisnya berubah. Tokoh filsafat yang menganggap dunia itu tetap adalah Fermenides, sedangkan yang menganggap dunia itu berubah adalah Heracritos. Tetap itu untuk manusia adalah makhluk Tuhan hingga nanti. Manusia itu tidak bisa parsial, maka manusia menuju sempurna. Dunia yang tetap itu "di dalam pikiran", dan yang berubah adalah "di luar pikiran". Di dalam pikiran dalam filsafat disebut "Idealisme" dan di luar pikiran dalam filsafat disebut "Realisme". "Yang ada" itu disebut dengan mono, dalam filsafat disebut "monisme". "Yang mungkin ada" disebut dengan jamak, dalam filsafat disebut "pluralisme". "Yang ada" merupakan domisili para dewa(orang tua), dan "yang mungkin ada" merupakan domisili para daksa (anak - anak). Pemikiran untuk para dewa adalah abstrak sedangkan untuk daksa yaitu konkrit. Yang ada itu merupakan analitik serta a priori, dan yang mungkin ada adalah sintetik serta aposteriori. Sebenar-benarnya ilmu adalah "sintetik apriori"yaitu pemikiran dan pengalaman itu ada. Karena seseorang berpengalaman, maka muncullah Empirisme dengan tokohnya, David Hum. Jika itu hanya pikiran maka disebut dengan Rasionalisme, yang mencetuskannya Rene Descartes. "Ada" dan "mungkin ada" adalah struktur dunia.

Sekitar tahun 1671 merupakan zaman dimana filsafat itu menjadi filsafat yang modern. Dari zaman Yunani ke zaman modern itu mengalami perjalanan yang panjang. Tahun 3000 SM hingga 1671 dalam perkembangan pemikiran, sehingga ada fase kegelapan pada abad ke 13-16. Fase kegelapan yaitu munculnya pemikiran dominasi kebenaran oleh gereja. Pada masa itu, siapapun tidak boleh mencari kebenaran, kebenaran absolut dikendalikan oleh gereja. Karena jika ada yang mencari kebenaran itu sudah dianggap melanggar aturan sehingga hukuman pun berlaku. Korban dalam masa itu contohnya Galileo Galilei, yang mana beliau melakukan percobaan dalam mengukur kecepatan suara, beliau melakukan percobaan di gunung, kemudian dengan menggunakan api juga, sehingga dianggap melakukan praktik perdukunan. Ada banyak sekali korban pada saat itu, namun tidak bisa disebutkan satu per satu. Kemudian, mereka membangkitkan kembali filsafat lama dengan tokohnya Aristoteles (Realisme), dan Plato (Idealisme). Jasa dunia timur setelah peperangan dengan dunia Islam seperti perang salib dll. Setelah Turki kalah (dunia timur), ditemukan dokumen tersebut oleh orang barat sehingga ada modal untuk perkembangan filsafat modern. Kemudian berkembanglah rasionalisme dan pengalaman. Biasanya disebut intuisi, aksioma-aksioma, dan postulat. Postulat itu milik para dewa. Jadi, dalam berfilsafat itu ada benar maupun salahnya. Misalkan, "aturan para siswa" itu dinilai salah, yang benar adalah "aturan sekolah dilaksanakan para siswa" karena tidak sesuai dengan ruang dan waktunya. Pada saat itu, terjadi perdebatan yang mana antara mendukung "analitik apriori" dan "sintetik aposteriori". Descartes beserta pengikutnya mengemukakan bahwa ilmu itu harus berdasarkan pikiran. Sebenar - benarnya ilmu itu di atas pengalaman. Kemudian lahirlah filsafat yang dikemukakan oleh Immanuel Kant, disebut Kanialisme, Kant mendamaikan perdebatan antara kedua belah pihak, beliau menganggap Rene Descartes itu terlalu mendewa-dewakan pikiran tetapi melupakan pengalaman dan menganggap David Hum yang terlalu mendewakan pengalaman tetapi melupakan pikiran. Maka Kant menyebutkan kalimat yang berlaku bagi kedua belah pihak, "Sebenar- benar ilmu adalah unsur pikiran (apriori) dan unsur pengalaman (sintetik) sehingga disebut dengan sintetik apriori".

Adapun istilah transenden, dalam filsafat disebut transendentalisme. Pemikiran itu ada yang di atas, maupun ada yang di bawah. Dari bawah berdasarkan persepsi, kesadaran, dan imajinasi. sehingga yang paling bawah melahirkan sensasi. Itulah proses lahirnya pengetahuan. Adapun bentuk formal (formalisme), logika (logicism), koheren/konsisten (koherenisme), korespondensi/cocok. Kemudian sampailah kepada elegi yang disebut "bendungan comte" (Auguste Compte). Auguste Compte adalah orang berkebangsaan Perancis, mahasiswa politeknik namun dia telah di drop out karena pada dasarnya dia tidak suka hitung menghitung, menyukai tulis menulis dengan membuat buku dengan aliran filsafat Positivisme. Beliau menjelaskan bahwa tidak menggunakan agama karena irrasional. Diatas agama, terdapat filsafat, diatasnya lagi terdapat Positivisme (saintifik). Jadi, kurikulum 2013 saat ini didefinisikan kemenangan Auguste Compte.

Kurikulum 2013 itu berbasis spiritualisme, Auguste Compte menganggap itu irrasional. Struktur filsafat itu adalah material, formal, normatif, dan spiritual. Spiritual itu sebagai komandan dalam berfilsafat. Terdapat pilar - pilar dalam dunia timur tanpa disadari, yaitu formalisme, absolutisme, ilmu-ilmu dasar matematika murni, biologi murni dsb dirangkum dalam bentuk teknologi dengan kinerja yang luar biasa membuat orang terheran-heran. Sehingga dalam struktur filsafat digambarkan dari yang rendah, yaitu archae (masyarakat batu), tribal (sebenar- benarnya tribal adalah dewanya batu), kemudian tradisional, feudal, modern, post modern, dan yang paling atas yaitu power now. Misalkan dalam situs Y*ho*, itu adalah terasnya post modern. Karena adanya spiritualisme maka tahun 1921 ada seorang tokoh sosiologi meneliti agama di daerah tradisional dan tribal di muara - muara sungai suku aborigin, Australia. Maka dengan kondisi semacam itu, dapat kita bayangkan negara Indonesia dengan konteksnya luas, negara, ideologi, jati diri yang kecil. Setiap hari dilawan habis-habisan dengan wha**app, tw*tter, dll. Sehingga membingungkan presiden untuk kesana kemari karena akibatnya ada pada kurs mata uang, rupiah menjadi naik, dan dollar nya menjadi turun. Karena kondisi seperti ini, kita tidak memiliki jati diri. Tetapi jika mempunyai jati diri maka presiden harus memiliki spiritual dan berkarakter. Negara seperti singapura, Inggris, dll memiliki telur/ calon yang menetas sehingga menjadi maju dan solid di negaranya. Adapun presiden yang sudah terlena dengan kekuasaan sampai - sampai ingin menjadi presiden seumur hidup. Kemudian bapak Marsigit menggambarkan adanya gunung - gunung dan pantai, kita diibaratkan ikan yang sedang berenang di lautan. Yang diatas lahirlah ilmu- ilmu dasar naturalisme dll dan dibawah itu ilmu - ilmu humaniora. Indonesia telah dihabisi oleh ilmu humaniora, namun Indonesia masih tidak sadar. Mereka mengambil kesempatan untuk pribadi dan golongan contohnya pejabat. Maka pejabat sekarang juga sesuai keinginan sendiri serta menterinya pun juga seperti itu.

Dalam menggambarkan itu semua contohnya kurikulum 2013, adapun pendekar - pendekar dunia yang ditopang oleh Kapitalisme, pragmatisme, utilitarianisme, hedonisme, liberalisme. Sesuai paham itu, maka para pemimpin dipilih dari universitas, bukan dari basic Pendidikan. Dengan belajar filsafat, diibaratkan semua limbah mengalir ke laut, tidak mau diproduksi oleh power now. Ibaratkan air laut sudah banyak tercemar, maka orang - orang seperti kita tidak berani untuk mengungkapkan pendapat secara langsung, nantinya akan berdampak pada stabilitas. Filsafat itu membangun diri sendiri, berbeda dengan politik harus mengumpulkan banyak orang. Saat ini yang bisa kami lakukan hanyalah menyesuaikan terhadap ruang dan waktunya.

Dalam dunia pendidikan, sekarang ada misi dalam "bela negara". Menurut pak Marsigit, bela negara itu berdimensi dan berstruktur. Bela negara itu harus sesuai dengan ruang dan waktunya. Misalkan, menggambarkan suatu peristiwa dengan berfilsafat dengan bahasa yang lain. Salah satu cara menngungkapkannya yaitu dengan elegi. Elegi itu menggambarkan anti tesis agar berpikir dan tidak terjerumus ke dalam hidup yang parsial. Dalam bela negara, bisa melalui tulisan - tulisan contohnya saja berelegi. Filsafat memiliki banyak perangkat sehingga kita bisa menerapkan bela negara dengan berbagai cara.

Adapun yang menanyakan tentang kurikulum 2013, "Kita harus selalu berinovasi dalam proses pendidikan. Sedangkan materinya banyak sekali. Bagaimana caranya agar dalam kurun waktu yang segitu bisa cukup untuk menyampaikan materi?". Bapak Marsigit menjawab,"Coba contoh pembelajaran saya, saya menciptakan inovasi dengan blog elegi. Dengan begitu, materi tersampaikan semua. Ini merupakan contoh pembelajaran juga untuk mahasiswa".

Meninjau kembali bahwa pernyataan "kurikulum 2013 adalah kemenangan Auguste Compte. Mengapa spiritual itu masih ada di dalam kurikulum 2013?". Bapak menjawab. "Dengan ontologi saintifik, mereka, para pejabat tidak ingin mengungkapkan pernyataan yang tinggi - tinggi padahal pada kenyataan sejarahnya seperti itu, Positivisme adalah kemenangan Auguste Compte, mereka tidak mengakuinya, mereka hanya mengungkapkan bahwa tatap masa depan saja. sehingga negara tidak mengetahui sejarah negaranya jadi berkarakter lemah, maka metode saintifik itu mengamati dan menanya itu tidak punya makna. Dalam kenyataannya, pada scientific methods yang mana isinya mencantumkan hipotesis. Di Indonesia, struktur "menanya" dalam scientific methods diibaratken untuk membuat hipotesis. Sebenar - benarnya hipotesis itu diterima atau ditolak dengan percobaan. Ternyata pimpinan canggung, pakarnya juga canggung. Kurikulum 2013 itu dianggap masih mitos, untuk itu filsafat digunakan untuk memerdekakan diri dari kesemena-menaan dari kepala sekolah, pemerintah dll."

Kesimpulan dari tulisan ini adalah bangunlah duniamu sendiri, bangunlah pikiranmu sendiri dengan didasari oleh spiritual dan tetap sopan terhadap ruang dan waktu. Sadarlah apa yang terjadi pada duniamu, pada negaramu, pada keadaan sekitarmu. Berpikir setinggi - tingginya, agar dirimu tidak terjebak ke dalam mitos dan parsial. Jika dalam lingkup pendidikan, ungkapkan semua itu disana, filsafat itu banyak sekali perangkatnya, gunakanlah sebaik - baiknya ilmu dan pengetahuan dalam diri masing-masing, jadilah dirimu sendiri yang mampu memimpin dunia itu.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/04 November 2015/07.30)

Selasa, 03 November 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 6 "Tes Jawab Singkat keempat" dan "Memahami diri kita dalam Filsafat"

Pada hari Rabu tanggal 28 Oktober 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk bersiap - siap untuk mengikuti tes tanya jawab ke 4. Tes ini seperti biasa, dengan pertanyaan sebanyak 50, kami menjawabnya secara langsung dalam waktu beberapa detik. Kemudian, kami mencocokkan jawaban dengan jawaban bapak Marsigit, sehingga alhamdulillah saya mendapatkan nilai hanya 2. Pertama, kami membahas tentang "Nihilisme" dan "Fallibisme". Nihilisme itu ada atau tidaknya terikat dengan ruang dan waktu. Jika Fallibilisme itu benar adanya (benar pada kenyataannya seperti itu). Kemudian tidak memikirkannya secara mendalam. Filsafat itu intensif dan bersifat radikalisme, memperjuangkan sedalam- dalamnya. Pertanyaannya sepele, materialnya pikiran, pikiran dimaterialkan dalam bentuk alat hitung maupun buku. Pikirannya material berarti dibentuk dalam hukum-hukum yang terjadi. Materialnya formal adalah bentuk wadah. Kemudian formalnya material, adalah (misalnya) batu peresmian. Fallibisme artinya jika menjawab salah tetap bernilai benar. contohnya saja anak kecil jika ditanya rumus matematika ini itu, tetapi anak kecil itu menjawab belum diajari maka jawaban anak kecil itu "benar". Terkait dengan radikalisme, "radik" adalah akar, tidak peduli baik maupun buruk. Metode berfilsafat itu intensif dan ekstensif. Kata yang dimaksud tersebut merupakan cabang dari ilmu - ilmu filsafat tersebut,karena gerak-gerik dan perilakunya sehingga seakan - akan "radikalisme" itu negatif. Itulah yang disebut dengan stigma. Karena itu tergantung siapa yang mengatakannya. Jika mengatakan itu terus menerus berarti terjebak di dalam mitos, maka kita berfilsafat agar kita bisa mengubah "mitos" menjadi "logos". Dan sebenar benar logos tidak dalam keadaan diam. Dan tidak dalam keadaan diam, masih disintesiskan antara tesis dan anti-tesis. Kalau di dalam "zona nyaman" itu namanya tidak berpikir. Namun tidak mungkin bagi manusia itu tidak berpikir setiap harinya, kita selalu menemukan sesuatu yang baru. Karena tiap kali kita melihat matahari, tidak mungkin ada matahari yang kemarin (matahari yang kemarin kan sudah terbenam dan ganti yang baru).

Kemudian ada yang menanyakan, "Sejauh mana bijak diri dengan bijak pemerintahan?", kemudian Bapak menjawabnya, "Bijak diri itu maksudnya adalah sopan santun diri sendiri yang sesuai dengan ruang dan waktu. Contohnya, Saya menggunakan kemeja batik ketika perkuliahan, bukan menggunakan kaos atau sandal jepit, itulah tidak sopan terhadap ruang dan waktu. Maka sebenar- benar bijak adalah pengetahuan itu sendiri. Orang barat menganggap orang bijak itu yang memiliki pengetahuan, semakin ke timur orang bijak itu tidak hanya memiliki pengetahuan tetapi juga memiliki hati nurani. Maka sebenar - benarnya bijak menurut orang barat, adalah orang yang berilmu."

"Bagaimana caranya orang yang berilmu berpikir multidimensi dan berpikir dengan bijak?", Beliau menjawab, "Manusia itu suka dan tidak suka menembus ruang dan waktu, tumbuhan, maupun batu pun menembus ruang dan waktu. Semua kata benda saja berawal dengan kata "hari ini, hari esok, dua tahun yang lalu". Kan tidak ada benda yang alergi terhadap ruang dan waktu. Belajar itu mengadakan dari yang mungkin ada menjadi ada, maka setiap yang ada mewakili dunianya. Contohnya, satu kata "ayam", maka bisa dikatakan dunia ayam bahkan bisa membuat buku yang isinya hanya tentang ayam. Setiap kau bisa mengadakan yang mungkin ada, maka bisa meningkatkan satu level dalam dirimu (tergantung keikhlasan)".

Adapun pertanyaan lainnya "Mengapa pikiran itu sulit menggapai hati, dan pikiran itu sulit untuk diungkapkan?", Beliau dengan senang hati menjawab pertanyaan tersebut,"Dalam persoalan filsafat itu ada 2, menjelaskan apa yang kau ketahui? yang kedua memahami apa yang ada di pikiranmu? Semua jawaban itu tidak ada yang memuaskan karena itu bersangkut paut dengan ontologisnya, karena manusia itu bersifat terbatas, manusia itu tidak mampu menuliskan semua pikirannya. Tidak akan mampu memikirkan semua relung hati. Karena itulah manusia itu bisa hidup. Perasaan dan pikiran itu lebih luas daripada laut. Hati itu seluas ciptaan Tuhan jika dikehendaki oleh Tuhan. Kita bisa berempati kepada semua makhluk Tuhan. Itulah keterbatasan manusia. Misal, ketika kita berdoa, pikiran kita harus berhenti. Itulah yang dinamakan ikhlas. Doa yang paling tinggi levelnya adalah dengan menyebut namanya Tuhan. Masalahnya, bermilyar - milyar dirimu menyebut namaNya, belum tentu semuanya dikabulkan. Yah tinggal bagaimana cara kita berusaha, sehingga dalam keadan apapun disarankan untuk menyebut nama Tuhan."

"Filsafat itu luas, maka adakah filsafat untuk orang - orang atheisme?". Beliau menjelaskan,"Saya katakan filsafat itu diri kita masing-masing, diri kita masing-masing itu siapa? diriku dirimu? Karena filsafat itu diriku dirimu, maka mengambil formula bahwa filsafat itu didasari oleh spiritual sehingga tidak melenceng dari spiritualitas masing - masing. Belum tentu mereka punya Tuhan, filsafat itu olah pikir yang refleksif dan menjawab pertanyaan "mengapa". Berfilsafat itu metafisika setelah yang fisik. Contohnya jiwamu, modalmu, karyamu dst. Siapakah sebenar- benarnya saya, diberi waktu yang banyak aku tidak bisa menyebut diri saya. Semakin ke bawah semakin plural, semakin ke atas semakin mono, yaitu kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Semakin ke atas adalah semakin identitas, semakin ke bawah itu kontradiksi. Maka yang kontradiksi para daksa, yang identitas para dewa. Jangan salah paham, ayam itu dewanya cacing, namun cacing tidak bisa melihat kesalahan ayam."

Dalam pendidikan, Sebenar - benarnya guru adalah fasilitator, bukan jamannya lagi menggurui murid - muridnya. Momok dalam siswa saat ini adalah matematika, namun yang sebenarnya momok adalah guru itu sendiri. Dan guru itu sendiri yang banyak memakan ruang dan waktu.

Jadi, kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan di atas adalah kita itu terikat pada ruang dan waktu, dan sesuatu yang bisa dikatakan benar, memang seperti itulah kenyataannya yang sesuai dengan ruang dan waktu itu. Jadilah orang yang bijaksana terhadap ruang dan waktu, agar tidak berkontradiksi dengan subyek maupun material yang lain. Bijak itu tergantung juga terhadap hati dan pikiran, manusia tidak bisa menggapai hati dan pikiran karena manusia itu terbatas, namun ketahuilah karena itu semua manusia bisa hidup. Selain menjadi orang yang bijaksana, tetap dasarilah diri masing - masing dengan spiritual, agar hidup kita lebih berarti dan tidak meleset dari jalan Tuhan.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/28 Oktobber 2015/07.30)