Rabu, 04 November 2015

Filsafat Ilmu Pertemuan ke - 7 "Antara yang ada dan mungkin ada; Meneropong lebih dalam tentang filsafat "

Hari ini tanggal 4 November 2015, seperti biasa kami mengikuti perkuliahan Prof. Marsigit di ruang PPG 1 gedung FMIPA UNY pukul 07.30. Bapak Marsigit memasuki ruangan, kemudian kami diminta untuk duduk dengan meja. Kami tidak menulis namun merekam apapun suara bapak Prof Marsigit dalam proses pembelajaran. Di dalam filsaafat pokok persoalan itu "ada" dan "mungkin ada". Keterbatasan manusia tidak bisa menyebut semuanya. Jika manusia bisa menyebut semuanya, maka manusia tidak akan bisa hidup. Manusia itu reduksionisme. Artinya, membangun dunia pikiran diri sendiri, "duniaku". Misalnya, ingin membangun rumah, maka kita membeli material seperti batu, semen, pasir, dll. Dalam filosofinya, kita bisa memilih karakter, yang mana tesisnya tetap dan anti tesisnya berubah. Tokoh filsafat yang menganggap dunia itu tetap adalah Fermenides, sedangkan yang menganggap dunia itu berubah adalah Heracritos. Tetap itu untuk manusia adalah makhluk Tuhan hingga nanti. Manusia itu tidak bisa parsial, maka manusia menuju sempurna. Dunia yang tetap itu "di dalam pikiran", dan yang berubah adalah "di luar pikiran". Di dalam pikiran dalam filsafat disebut "Idealisme" dan di luar pikiran dalam filsafat disebut "Realisme". "Yang ada" itu disebut dengan mono, dalam filsafat disebut "monisme". "Yang mungkin ada" disebut dengan jamak, dalam filsafat disebut "pluralisme". "Yang ada" merupakan domisili para dewa(orang tua), dan "yang mungkin ada" merupakan domisili para daksa (anak - anak). Pemikiran untuk para dewa adalah abstrak sedangkan untuk daksa yaitu konkrit. Yang ada itu merupakan analitik serta a priori, dan yang mungkin ada adalah sintetik serta aposteriori. Sebenar-benarnya ilmu adalah "sintetik apriori"yaitu pemikiran dan pengalaman itu ada. Karena seseorang berpengalaman, maka muncullah Empirisme dengan tokohnya, David Hum. Jika itu hanya pikiran maka disebut dengan Rasionalisme, yang mencetuskannya Rene Descartes. "Ada" dan "mungkin ada" adalah struktur dunia.

Sekitar tahun 1671 merupakan zaman dimana filsafat itu menjadi filsafat yang modern. Dari zaman Yunani ke zaman modern itu mengalami perjalanan yang panjang. Tahun 3000 SM hingga 1671 dalam perkembangan pemikiran, sehingga ada fase kegelapan pada abad ke 13-16. Fase kegelapan yaitu munculnya pemikiran dominasi kebenaran oleh gereja. Pada masa itu, siapapun tidak boleh mencari kebenaran, kebenaran absolut dikendalikan oleh gereja. Karena jika ada yang mencari kebenaran itu sudah dianggap melanggar aturan sehingga hukuman pun berlaku. Korban dalam masa itu contohnya Galileo Galilei, yang mana beliau melakukan percobaan dalam mengukur kecepatan suara, beliau melakukan percobaan di gunung, kemudian dengan menggunakan api juga, sehingga dianggap melakukan praktik perdukunan. Ada banyak sekali korban pada saat itu, namun tidak bisa disebutkan satu per satu. Kemudian, mereka membangkitkan kembali filsafat lama dengan tokohnya Aristoteles (Realisme), dan Plato (Idealisme). Jasa dunia timur setelah peperangan dengan dunia Islam seperti perang salib dll. Setelah Turki kalah (dunia timur), ditemukan dokumen tersebut oleh orang barat sehingga ada modal untuk perkembangan filsafat modern. Kemudian berkembanglah rasionalisme dan pengalaman. Biasanya disebut intuisi, aksioma-aksioma, dan postulat. Postulat itu milik para dewa. Jadi, dalam berfilsafat itu ada benar maupun salahnya. Misalkan, "aturan para siswa" itu dinilai salah, yang benar adalah "aturan sekolah dilaksanakan para siswa" karena tidak sesuai dengan ruang dan waktunya. Pada saat itu, terjadi perdebatan yang mana antara mendukung "analitik apriori" dan "sintetik aposteriori". Descartes beserta pengikutnya mengemukakan bahwa ilmu itu harus berdasarkan pikiran. Sebenar - benarnya ilmu itu di atas pengalaman. Kemudian lahirlah filsafat yang dikemukakan oleh Immanuel Kant, disebut Kanialisme, Kant mendamaikan perdebatan antara kedua belah pihak, beliau menganggap Rene Descartes itu terlalu mendewa-dewakan pikiran tetapi melupakan pengalaman dan menganggap David Hum yang terlalu mendewakan pengalaman tetapi melupakan pikiran. Maka Kant menyebutkan kalimat yang berlaku bagi kedua belah pihak, "Sebenar- benar ilmu adalah unsur pikiran (apriori) dan unsur pengalaman (sintetik) sehingga disebut dengan sintetik apriori".

Adapun istilah transenden, dalam filsafat disebut transendentalisme. Pemikiran itu ada yang di atas, maupun ada yang di bawah. Dari bawah berdasarkan persepsi, kesadaran, dan imajinasi. sehingga yang paling bawah melahirkan sensasi. Itulah proses lahirnya pengetahuan. Adapun bentuk formal (formalisme), logika (logicism), koheren/konsisten (koherenisme), korespondensi/cocok. Kemudian sampailah kepada elegi yang disebut "bendungan comte" (Auguste Compte). Auguste Compte adalah orang berkebangsaan Perancis, mahasiswa politeknik namun dia telah di drop out karena pada dasarnya dia tidak suka hitung menghitung, menyukai tulis menulis dengan membuat buku dengan aliran filsafat Positivisme. Beliau menjelaskan bahwa tidak menggunakan agama karena irrasional. Diatas agama, terdapat filsafat, diatasnya lagi terdapat Positivisme (saintifik). Jadi, kurikulum 2013 saat ini didefinisikan kemenangan Auguste Compte.

Kurikulum 2013 itu berbasis spiritualisme, Auguste Compte menganggap itu irrasional. Struktur filsafat itu adalah material, formal, normatif, dan spiritual. Spiritual itu sebagai komandan dalam berfilsafat. Terdapat pilar - pilar dalam dunia timur tanpa disadari, yaitu formalisme, absolutisme, ilmu-ilmu dasar matematika murni, biologi murni dsb dirangkum dalam bentuk teknologi dengan kinerja yang luar biasa membuat orang terheran-heran. Sehingga dalam struktur filsafat digambarkan dari yang rendah, yaitu archae (masyarakat batu), tribal (sebenar- benarnya tribal adalah dewanya batu), kemudian tradisional, feudal, modern, post modern, dan yang paling atas yaitu power now. Misalkan dalam situs Y*ho*, itu adalah terasnya post modern. Karena adanya spiritualisme maka tahun 1921 ada seorang tokoh sosiologi meneliti agama di daerah tradisional dan tribal di muara - muara sungai suku aborigin, Australia. Maka dengan kondisi semacam itu, dapat kita bayangkan negara Indonesia dengan konteksnya luas, negara, ideologi, jati diri yang kecil. Setiap hari dilawan habis-habisan dengan wha**app, tw*tter, dll. Sehingga membingungkan presiden untuk kesana kemari karena akibatnya ada pada kurs mata uang, rupiah menjadi naik, dan dollar nya menjadi turun. Karena kondisi seperti ini, kita tidak memiliki jati diri. Tetapi jika mempunyai jati diri maka presiden harus memiliki spiritual dan berkarakter. Negara seperti singapura, Inggris, dll memiliki telur/ calon yang menetas sehingga menjadi maju dan solid di negaranya. Adapun presiden yang sudah terlena dengan kekuasaan sampai - sampai ingin menjadi presiden seumur hidup. Kemudian bapak Marsigit menggambarkan adanya gunung - gunung dan pantai, kita diibaratkan ikan yang sedang berenang di lautan. Yang diatas lahirlah ilmu- ilmu dasar naturalisme dll dan dibawah itu ilmu - ilmu humaniora. Indonesia telah dihabisi oleh ilmu humaniora, namun Indonesia masih tidak sadar. Mereka mengambil kesempatan untuk pribadi dan golongan contohnya pejabat. Maka pejabat sekarang juga sesuai keinginan sendiri serta menterinya pun juga seperti itu.

Dalam menggambarkan itu semua contohnya kurikulum 2013, adapun pendekar - pendekar dunia yang ditopang oleh Kapitalisme, pragmatisme, utilitarianisme, hedonisme, liberalisme. Sesuai paham itu, maka para pemimpin dipilih dari universitas, bukan dari basic Pendidikan. Dengan belajar filsafat, diibaratkan semua limbah mengalir ke laut, tidak mau diproduksi oleh power now. Ibaratkan air laut sudah banyak tercemar, maka orang - orang seperti kita tidak berani untuk mengungkapkan pendapat secara langsung, nantinya akan berdampak pada stabilitas. Filsafat itu membangun diri sendiri, berbeda dengan politik harus mengumpulkan banyak orang. Saat ini yang bisa kami lakukan hanyalah menyesuaikan terhadap ruang dan waktunya.

Dalam dunia pendidikan, sekarang ada misi dalam "bela negara". Menurut pak Marsigit, bela negara itu berdimensi dan berstruktur. Bela negara itu harus sesuai dengan ruang dan waktunya. Misalkan, menggambarkan suatu peristiwa dengan berfilsafat dengan bahasa yang lain. Salah satu cara menngungkapkannya yaitu dengan elegi. Elegi itu menggambarkan anti tesis agar berpikir dan tidak terjerumus ke dalam hidup yang parsial. Dalam bela negara, bisa melalui tulisan - tulisan contohnya saja berelegi. Filsafat memiliki banyak perangkat sehingga kita bisa menerapkan bela negara dengan berbagai cara.

Adapun yang menanyakan tentang kurikulum 2013, "Kita harus selalu berinovasi dalam proses pendidikan. Sedangkan materinya banyak sekali. Bagaimana caranya agar dalam kurun waktu yang segitu bisa cukup untuk menyampaikan materi?". Bapak Marsigit menjawab,"Coba contoh pembelajaran saya, saya menciptakan inovasi dengan blog elegi. Dengan begitu, materi tersampaikan semua. Ini merupakan contoh pembelajaran juga untuk mahasiswa".

Meninjau kembali bahwa pernyataan "kurikulum 2013 adalah kemenangan Auguste Compte. Mengapa spiritual itu masih ada di dalam kurikulum 2013?". Bapak menjawab. "Dengan ontologi saintifik, mereka, para pejabat tidak ingin mengungkapkan pernyataan yang tinggi - tinggi padahal pada kenyataan sejarahnya seperti itu, Positivisme adalah kemenangan Auguste Compte, mereka tidak mengakuinya, mereka hanya mengungkapkan bahwa tatap masa depan saja. sehingga negara tidak mengetahui sejarah negaranya jadi berkarakter lemah, maka metode saintifik itu mengamati dan menanya itu tidak punya makna. Dalam kenyataannya, pada scientific methods yang mana isinya mencantumkan hipotesis. Di Indonesia, struktur "menanya" dalam scientific methods diibaratken untuk membuat hipotesis. Sebenar - benarnya hipotesis itu diterima atau ditolak dengan percobaan. Ternyata pimpinan canggung, pakarnya juga canggung. Kurikulum 2013 itu dianggap masih mitos, untuk itu filsafat digunakan untuk memerdekakan diri dari kesemena-menaan dari kepala sekolah, pemerintah dll."

Kesimpulan dari tulisan ini adalah bangunlah duniamu sendiri, bangunlah pikiranmu sendiri dengan didasari oleh spiritual dan tetap sopan terhadap ruang dan waktu. Sadarlah apa yang terjadi pada duniamu, pada negaramu, pada keadaan sekitarmu. Berpikir setinggi - tingginya, agar dirimu tidak terjebak ke dalam mitos dan parsial. Jika dalam lingkup pendidikan, ungkapkan semua itu disana, filsafat itu banyak sekali perangkatnya, gunakanlah sebaik - baiknya ilmu dan pengetahuan dalam diri masing-masing, jadilah dirimu sendiri yang mampu memimpin dunia itu.

(By Diana Amirotuz Z/ S2 PMat B/15709251066/Dosen: Prof. Marsigit,MA/ Filsafat Ilmu/ Ruang PPG 1 FMIPA UNY/04 November 2015/07.30)

1 komentar:

Marsigit mengatakan...

Kelihatannya Judulnya kurang relevan? Boleh tanyakan kepada saya di kelas.