Senin, 22 Februari 2016

Menyingkap Bukti Teorema Pythagoras Secara Geometri Pada Abad Ke 10 Oleh Abul Wafa Buzjani

Menyingkap Bukti Teorema Pythagoras Secara Geometri Pada Abad ke – 10 oleh Abu’l Wafa Buzjani


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Matematika Model Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A


Disusun oleh:


Diana Amirotuz Zuraida (15709251066) (dianaamirotuz.blogspot.com)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016



Teorema pythagoras telah diketahui lebih lama oleh orang – orang Babylonia. Pengetahuan tentang pythagoras ini berhubungan dengan geometri Euclid. Seperti yang kita ketahui, rumus pada pythagoras ini yaitu:
c adalah sisi miring atau yang biasa disebut dengan hipotenusa, a dan b adalah sisi lainnya dari segitiga. Pada saat itu, pernyataan itu diragukan oleh banyak pihak, sehingga penemuan yang berhubungan dengan pembuktian pythagoras menarik untuk diteliti. Sekitar abad ke – 10, seorang astronot, matematikawan, serta arsitektur yang berasal dari Iran bernama Abul Wafa Buzjani (940-988). Beliau lahir pada tahun 940 di Khorasan, Iran. Beliau diberi gelar “mohandes” geometri, artinya orang yang ahli di bidang geometri. Salah satu matematikawan islam pada abad ke 10. Pada awalnya, trik dengan segitiga dibuat oleh beliau. Abul Wafa menggunakan tiga buah segitiga yang identik, kemudian ada segitiga yang paling besar, sehingga segitiga tersebut menjadi 4 buah seperti yang digambarkan berikut.
Gambar 1 Langkah selanjutnya, buat garis segitiga sehingga menggabungkan ketiga segitga tersebut seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2 Setelah dibuat garis,
Gambar 3 Kemudian dengan menggunakan trik, ketiga segitiga tersebut identik maka potongan sebagian segitiga tersebut menjadi seperti di bawah ini, kemudian diletakkan pada area yang dilukis garis segitiga besar sebelumnya.
Gambar 4 Hasil dari segitiga yang telah dibagi menjadi seperti berikut. Jadilah segitiga besar (gambar sebelah kanan) merupakan penyelesaian Buzjani.
Gambar 5
Gambar 6 Segitiga tersebut berdasarkan teori geometri pada sudut yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 7 Pembuktian Abul Wafa berawal dari seorang arsitek yang menggunakan metode memotong dan mengkonstruk kembali bangun persegi dengan tidak benar sehingga konstruksi tampak seperti berikut:
Gambar 8 Kontruksi yang tidak benar dari tiga persegi, asli berasal dari Persia
Gambar 9 Buzjani tidak setuju dengan adanya persegi dalam penyelesaian kontruksi tersebut karena seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas, masih ada sisa bagian dari kontruksi bangun sebelumnya atau bisa disebut lebih besar pada salah satu panjang sisinya. Diagonal pada √2 ≠ 1,5 walaupun √2 = 1,41 ≈ 1,5. Sehingga, kontruksi pada bangun di atas tidak bisa dipahami. Kemudian Buzjani secara matematis memperbaiki kesalahan tersebut dengan metode membagi dan menyusun kembali bangun yang disediakan sebelumnya.
Gambar 10. Penyusunan persegi dari tiga persegi yang sama panjang.
Gambar 11. Penyusunan yang ditunjukkan oleh persegi, asli dari Persia. Jika kita ingin menyusun persegi dari tiga buah persegi yang sama, maka pertama bagi persegi sesuai dengan salah satu diagonal sehingga ditunjukkan dengan sisi AG dan EH. Kemudian, menggabungkan antara segitiga dengan sisi BZ, ZW, WD, DB. Adapun area yang kosong untuk segitiga sehingga sisa dari bagian persegi akan dipasangkan di area tersebut. Jadi, segitiga BGM sama dengan segitiga MZH, G dan H setengah dari sudut siku – siku (teorema setengah dari sudut siku – siku). Kemudian meletakkan segitiga MZH di segitiga BGM. Dengan cara yang sama, segitiga DGE dipindahkan ke WEK, ABO dengan DIO, begitu juga WHE dengan ZLE sehingga puzzle telah selesai. Abul Wafa menggunakan metode membagi (dissection) dan menyusun (construction) kembali untuk menuliskan lagi tentang pembuktian teorema pythagoras secara geometri. Dua bangun persegi yang tidak sama ditambahkan sehingga ada tiga buah bangun.
Gambar 12
Gambar 13 Gambar 12. Persegi kecil dan bangun persegi besar diletakkan dibagi, kemudian disusun kembali pada persegi yang besar, pembuktian secara geometris dari teorema phytagoras. Gambar 13. Menunjukkan bahwa c adalah hipotenusa dan kaki dari segitiga siku – siku.
Gambar 14. Digambar dengan teks asli Persia. Kombinasi antara dua persegi yang sama panjang sudah ada sejak masa Socrates. Cara Abul Wafa di atas, walaupun kedua persegi berbeda ukuran, beliau menempatkannya sisi persegi besar sehingga segitiga yang besar itu ada setelah adanya pembagian bangun persegi. Persegi kecil hitam adalah a2. Persegi abu – abu yang bertumpukan di belakang persegi hitam kecil adalah b2 (lihat gambar 12). Dan persegi yang lebih besar adalah a2 dan b2 merupakan c2 sehingga menjadi gambar 13. Abul Wafa telah mempelajari berbagai kelipatan dari persegi dan tertarik dengan menumpukkan “persegi yang ukurannya sama pada luas persegi ke n”. Beliau membedakan atas dua kasus, kasus yang pertama, “Jika panjang persegi adalah jumlah dua persegi maka (n=2m2)”. Dan pada kasus yang kedua, jika panjang persegi adalah penjumlahan dari persegi yang tidak sama, maka (n=2ab) yang mana a≠b, a,b ∈ bilangan asli. Pada kasus yang pertama, beliau memotong persegi (2m2) pada diagonal menjadi 4m2 segitiga yang kongruen pada persegi besar memuat persegi m2 pada keduanya. Cara ini digunakan untuk menutup bagian persegi dengan ukuran yang berbeda (seperti teorema pythagoras) sehingga bisa disimpulkan bahwa “dari 2ab tersusun 4 sudut segitiga siku-siku dengan panjang a dan lebar b. Kemudian tumpukan segitiga tersebut mengelilingi persegi yang memuat (a-b)2 pada persegi. Misalkan x adalah sisi dari persegi, maka x2 = (a – b)2 + 2ab = a2 + b2 Pada abad - abad sebelumnya, Euclid sebenarnya juga telah membuktikan teorema pythagoras dengan cara sebagai berikut:
Gambar 15. Pembuktian teorema pythagoras dari Euclid Dengan melihat segitiga siku-siku ABC, dengan C sudut siku-siku. Kemudian menarik garis dari titik C yang sejajar AP atau BQ sehingga memotong AB di D dan PQ di E, maka jika BC = a dan AC = b dapat ditunjukkan bahwa: Luas BDEQ = a2 dan Luas ADEP = b2. Kita dapat menentukan dua “bagian” persegi berbentuk persegipanjang dari hipotenusa, yang masing-masing luasnya sama dengan luas persegi pada sisi-sisi penyiku dari segitiga siku-siku yang diberikan, sehingga: a2 + b2 = luas BDEQ + luas ADEP = luas ABQP = c2 Perbedaan diantara pembuktian Euclid dengan pembuktian Abul Wafa adalah terletak pada langkah – langkahnya, serta prinsip geometri yang digunakan. Euclid menggunakan teorema kesebangunan segitiga sedangkan Abul Wafa menggunakan caranya sebagai seorang arsitektur yaitu dengan “memotong dan menyusunnya kembali”. Setelah adanya pembuktian dari Abul Wafa tersebut, para arsitektur mengembangkan diri dengan metode – metode sebelumnya, sehingga bentuk tersebut digunakan untuk membuat bentuk bentuk ornamen pada bangunan seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 16. Memotong dan menyusun persegi dari 5 buah bangun persegi, memotong dan menyusun dari 13 buah persegi. Dalam waktu yang lama, para arsitektur mengeksplor metode tersebut menjadi lebih menarik untuk ornamen seperti di bawah ini.
Gambar 17. Contoh ornamen dengan memotong dan menyusun persegi dari 13 buah persegi. Daftar Pustaka Nielsen, J.L.(2010). The Heart is a Dust Board: Abu’l Wafa Al-Buzjani, Dissection, Construction, and theDialog Between Art and Mathematics in Medieval Islamic Culture. University of Missouri: Arkansas city. http://kobotis.net/math/MathematicalWorlds/Fall2014/131/Presentations/pdf/MancillasK_p2.pdf http://p4tkmatematika.org/file/ARTIKEL/Artikel%20Matematika/Bukti%20Teo%20Pyth%20Euclid_revisi%20terbaru.pdf Sarhangi,R.(2008). Modules and Modularity in Mosaic Patterns, the Journal of the Symmetrion (Symmetry: Culture and Science), 2-3, Towson University: Towson

Tidak ada komentar: