Senin, 28 Maret 2016

STRUKTUR TEOREMA BILANGAN PRIMA

Bilangan prima merupakan bilangan asli yang hanya memiliki dua faktor yaitu satu dan bilangan itu sendiri. Bisa kita misalkan bilangan positif itu adalah x dan seringkali yang kita tanyakan adalah ada berapa banyak bilangan prima yang ada. Sehingga bilangan prima didefinisikan sebagai berikut. = pi(x) = bilangan prima kurang dari atau sama dengan x. Contoh bilangan prima kurang dari 20 adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19 dinotasikan dengan π(20) = 8. Π (x) merupakan yang mendekati x/ln (x) namun ada juga yang menyebutkan ln (x) itu dengan log (x). Digambarkan pada grafik berikut.
Gambar 1. Bilangan prima kurang dari x Sumber: http://primes.utm.edu/howmany.html
Gambar 2. Bilangan prima kurang dari x dengan skala yang lebih besar Sumber: http://primes.utm.edu/howmany.html Teorema bilangan prima dengan pendekatan pi (x) yang pertama berbunyi “jumlah bilangan prima tidak melebihi x adalah asimtotik untuk x / log x”. Bisa diperkirakan bahwa x / log x adalah mendekati pi (x) . Tetapi sebelum kita mempertimbangkan ini dan konsekuensi lainnya memungkinkan menjadi sedikit lebih spesifik: "a (x) adalah asimtotik dengan b (x)" dan "a (x) ~ b (x)" keduanya berarti bahwa batas (seperti x mendekati tak terhingga) dari rasio a (x) / b adalah 1 (x) . Jika belum memahami pernyataan di atas, maka ini berarti bahwa kita dapat menggunakan (x) / b (x) mendekati 1 dengan hanya mensyaratkan bahwa x cukup besar. Perlu diperhatikan bahwa a (x) ~ b (x) tidak berarti bahwa (x) - b (x) itu kecil. Misalnya, x2 adalah asimtotik untuk x2-x, tetapi perbedaan di antara itu, x bisa disubtitusikan hingga tak terbatas bilangannya. Persamaan tersebut menghasilkan perkiraan pi (x) dengan x / (log x - 1), menyiratkan bahwa kita dapat menggunakan x / (log x - a) (dengan konstan a) untuk mendekati pi (x). Teorema bilangan prima dinyatakan dengan= 0, tetapi telah menunjukkan bahwa a= 1 adalah pilihan yang baik. Contoh: Seseorang baru e-mail kepada saya dan meminta daftar semua bilangan prima dengan paling banyak 300 digit. Sejak teorema awal menyiratkan daftar ini akan memiliki sekitar 1,4 * 10297 entri kita tahu bahwa bisa saja tidak ada daftarnya! Akibat dari teorema di atas juga menghasilkan bahwa bilangan prima n dapat diartikan n log n. Ambil p (n) menjadi n bilangan prima. Sangat mudah untuk menunjukkan bahwa teorema bilangan prima setara dengan Teorema pernyataan: p (n) ~ n log n. Dan estimasi yang lebih baik menggunakan teorema : p(n) ~ n (log n + log log n - 1). Jika teorema sebelumnya adalah p (n) ~ n log n, maka akibat yang kedua muncul adalah p(n) ~ n (log n + log log n - 1). Artikel Dysart juga memberikan batas-batas yang lebih baik untuk mendapatkan nilai yang lebih dekat dengan istilah berikutnya dalam mengikuti ekspansi asimtotik yang telah dikenal yaitu Pn Akibat yang ketiga yaitu pilihan dari bilangan bulat yang acak x masih prima kira – kira 1/log⁡〖 x〗 dengan memisalkan bilangan bulat positif x, karena x/log⁡〖 x〗 dari x bilangan bulat positif kurang dari atau sama dengan x adalah prima. Probabilitas satu dari bilangan tersebut masih prima kira – kira 1/log⁡〖 x〗 . Sebagai contoh, Misalkan kita ingin mencari 1.000 digit prima. Jika kita memilih 1000 digit bilangan bulat x untuk mencoba prima secara acak, maka kita mengharapkan untuk mencoba kira – kira log(101000) dari itu, atau sekitar 2.302 bilangan bulat sebelum menemukan prima. Jelaslah jika kita menggunakan bilangan bulat ganjil kita bisa kalikan perkiraan ini berdasarkan 1/2, dan jika kita memilih bilangan bulat tidak habis dibagi 3, maka kita bisa kalikan dengan 2/3, ... Cara lain untuk mengatakan ini adalah bahwa banyaknya bilangan prima kurang dari x adalah sekitar 1/log⁡〖 x〗 . Di bawah ini adalah grafik untuk nilai kecil x.
Gambar 3. Banyaknya bilangan prima kurang dari x Sumber: http://primes.utm.edu/howmany.html
Tabel 1. Nilai x dan jumlah bilangan prima yang kira – kira ditemukan dengan pi(x), x log x dan x/(log x-1) Sumber: http://primes.utm.edu/howmany.html Sebenarnya manusia pada zaman dahulu diduga sudah mengenal bilangan prima kira – kira 6500 SM, pernyataan ini dibuktikan dengan ditemukannya bukti tulang Ishango yang telah ditemukan pada tahun 1960. Tulang ini ditemukan oleh orang – orang arkeolog di Afrika. Tulang tersebut digambarkan dengan takik. Salah satu kolomnya memiliki jumlah 11, 13, 17 dan 19 takik. Pada satu kolom terdapat bilangan prima antara 10 sampai dengan 20. Ahli sejarah lain ada juga yang beranggapan bahwa tanda itu hanya catatan saja yang tak sengaja berupa bilangan prima. Gambaran tulang tersebut seperti di bawah ini.
Gambar 4. Tulang Ishango yang ditemukan di Afrika Sumber: https://matematikaid.wordpress.com/2013/11/07/sejarah-bilangan-prima-2/ Walaupun masih ada rasa keraguan apakah itu benar – benar bukti dari adanya bilangan prima pada zaman dahulu, yang pasti sejak dahulu bangsa Yunani kuno sudah berusaha mencari konsep tentang matematika dan sains meskipun masih ada dorongan mistik maupun kekuatan spiritual. Sejalan dengan waktu, sekitar 300 SM Euclid membuktikan bahwa bilangan prima memiliki jumlah yang tidak terbatas atau tak terhingga. Beliau mengatakan bahwa tidak ada prima terbesar. Dalam teori bilangan, teori aritmatika menyebutkan setiap bilangan bulat lebih dari satu, dapat dituliskan sebagai perkalian unik bilangan prima. Setelah itu, pada tahun 276 SM Eratosthenes mencoba menciptakan metode untuk menemukan bilangan prima yang disebut dengan “The Sieve of Eratosthenes”, menyeleksi bilangan bulat caranya mencoret bilangannya (dengan ketentuan khusus) dan pada akhirnya angka/ bilangan yang tidak tercoret itu adalah bilangan prima yang ditemukan. Namun cara ini dinilai tidak efektif dalam menentukan bilangan prima. Pada tahun 1588 Mersenne, seorang biarawan dari Perancis mengemukakan pendapatnya berupa rumus Mersenne Mp = 2p – 1 adalah bilangan prima. Namun matematikawan menemukan bahwa rumus tersebut dikatakan menghasilkan bilangan prima jika eksponennya bilangan prima. Ketika disubtitusikan dengan contoh ini, 211-1 = 2047. 2047 bisa berasal dari 23 x 89 yang artinya bilangan tersebut bukanlah prima. Bilangan prima Mersenne yang terkecil 2 dan terbesar adalah 2 43112609. Maka, Mersenne belum berhasil membuktikan bilangan prima. Kemudian pada tahun 1601 (abad ke 17), Pierre de Fermat dengan memisalkan p bilangan prima dan a adalah bilangan bulat maka didapatkan p|ap-a (p dapat membagi habis ap-a). Misalkan 23 – 2 = 6, 3|6 (3 dapat membagi 6 tanpa sisa). Namun tidak semua bilangan berlaku dalam rumus ini misalkan 341 bukan bilangan prima karena bilangan tersebut masih ada faktor perkalian lainnya yaitu 31 x 11, tetapi benar bahwa 2341 – 2 dapat dibagi habis 341. Lalu Fermat mencoba berusaha kembali dan mengemukakan rumus lain yaitu bilangan yang dihasilkan dari 2n + 1 selalu prima jika n adalah pangkat dua atau dapat dinyatakan sebagai 2^(2^n ) + 1 yang disebut dengan “Fermat Numbers” atau “Fermat Prime”. Tak lama kemudian Euler menunjukkan bahwa rumus Fermat itu tidak efektif untuk semua n dengan memisalkan n = 5, 232 + 1 = 4294967297 yang ternyata dapat dibagi dengan 641 artinya bilangan itu bukan prima. Pada tahun 1798 sebagai dugaan oleh matematikawan Prancis Adrien-Marie Legendre. Atas dasar penelitiannya tentang tabel bilangan prima sampai dengan 1.000.000, Legendre menyatakan bahwa jika x tidak lebih besar dari 1.000.000, maka x/ln⁡x - 1,08366 sangat dekat dengan π (x). Hasil-memang ini dengan konstan, bukan hanya 1,08366-dasarnya setara dengan teorema bilangan prima, yang menyatakan hasil untuk konstan 0. Sekarang diketahui, bagaimanapun, bahwa konstanta yang memberikan pendekatan terbaik untuk π (x), untuk x relatif kecil, adalah 1. Pada tahun 1777, matematikawan Gauss mempelajari rumus Fermat di atas kemudian menemukan formula Π (x) ≈ x/log⁡x . Gauss juga menduga setara dengan teorema bilangan prima di bukunya, kira – kira sebelum 1800. Namun, teorema tersebut tidak terbukti sampai tahun 1896, sampai ketika ahli matematika Perancis Jacques-Salomon Hadamard dan Charles de la Valee Poussin menunjukkan bahwa limit atau batas (seperti x meningkat hingga tak ada batasnya) rasio x/ln⁡x sama dengan π (x). Meskipun teorema bilangan prima mengatakan bahwa perbedaan antara π (x) dan x/ln⁡x menjadi relatif makin kecil dengan ukuran salah satu dari bilangan - bilangan ini dengan x bisa menjadi besar/banyak, kita masih bisa menerima beberapa perkiraan dalam perbedaan pendapat itu. Estimasi terbaik dari perbedaan ini yaitu √(x ln (x)). Pendapat- pendapat mereka dapat digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 2. Ilustrasi dari teorema bilangan prima Sumber: http://www.britannica.com/topic/prime-number-theorem
Tabel 3. Ilustrasi dari teorema bilangan prima dari beberapa pendapat Sumber: http://primes.utm.edu/howmany.html
Gambar 5. Timeline untuk bilangan primadari ulasan di atas Struktur teorema bilangan prima ini tercermin dalam kitab suci Al Qur’an yang mana penomorannya terdapat struktur bilangan prima. Dapat dikatakan bahwa identifikasi terhadap Al Qur’an mengenai surat, ayat maupun hurufnya yang menunjukkan penerapan bilangan prima. Dalam Al Qur’an juga memuat struktur bilangan prima tersebut. Ada beberapa temuan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Struktur pertama berhubungan dengan jumlah surat dan banyaknya juz dalam al-Qur’an. Jumlah surat di dalam al¬-Qur’an adalah 114. Angka 114 adalah angka ajaib, karena bilangan prima ke-114 adalah 619, dan 114 adalah (6 x 19). Bilangan 619 merupakan prima kembar dengan pasangan 617. Kita ketahui pula, isi al-Qur’an terbagi dalam 30 juz. Angka 30 adalah bilangan komposit yang ke-19, yaitu: 4, 6, 8, 9,10,12,14, 15, 16, 18, 20, 27, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 30. Hanya ada 19 surat, tidak lebih tidak kurang-dari 114 surat-di mana jumlah nomor surat dengan nomor ayatnya me¬rupakan bilangan prima Jumlah 19 surat yang pertama dari surat dengan jumlah ayat-ayat bilangan prima merupakan kelipatan 19. Al-Qur’an juga terbagi dua, 29 surat dengan sisipan huruf di permulaan surat (alfatihah), suatu kombinasi misterius dari abjad, seperti nun, shad, alif lam. Semuanya ada 14 huruf Arab yang telah digunakan. Kombinasi-kombinasi huruf itu meru¬pakan awalan, dengan 2 surat pengecualian, hanya pada surat Makiah. Angka 29 adalah bilangan prima, bilangan ke-10. Sisanya 85 surat, dengan faktor prima 5 dan 17, tidak mempu¬nyai sisipan huruf. Berhubungan dengan perintah shalat, 5 kali sehari berjumlah 17 raka’at. dari 29 surat yang mempunyai sisipan ini, terstruktur sebagai berikut: Terdapat 19 surat di mana kombinasi hurufnya merupakan ayat tersendiri. Contohnya adalah Surat al-Baqarah, surat nomor 2. Sisanya, 10 surat, hurufnya bukan merupakan ayat tersendiri. Terdapat 19 surat di mana nomor suratnya bukan bilangan prima. Contohnya, Surat Thaha, surat nomor 20. Sisanya,10 surat, bernomor bilangan prima: 2, 3, 7, 11, 13,19, 29, 31, 41, dan 43. Coba perhatikan, surat 19 ditempatkan pada urutan nomor 6 dari urutan bilangan prima pada 10 surat tadi, artinya (6 x 19 =114), sama banyaknya dengan jumlah surat al-Qur’an. Jumlahnya pun: 2 + 3 + 7 + 11 + 43 = 197, 199 merupakan bilangan prima kembar, bilangan prima ke-46. Ulasan di atas merupakan beberapa contoh struktur teorema bilangan prima dari Al Qur’an yang merupakan pedoman hidup bagi orang yang beragama Islam. Al-Qur’an memiliki struktur yang spesifik bahkan dapat menjelaskan arti – arti kehidupan juga terkait dalam sains dan matematika. Al Qur’an terstruktur oleh surat, ayat, jumlah surat, jumlah ayat yang membentuk bilangan prima, membuktikan bahwa kitab ini sudah sempurna sejak zaman azali hingga sekarang tanpa ada perubahan apapun. DAFTAR PUSTAKA http://primes.utm.edu/howmany.html http://www.britannica.com/topic/prime-number-theorem https://matematikaid.wordpress.com/2013/11/07/sejarah-bilangan-prima-2/ http://endangarief-sejmat.blogspot.co.id/2009/12/sejarah-bilangan-prima.html http://susantimaiyusri.blogspot.co.id/2012_05_01_archive.html STRUKTUR TEOREMA BILANGAN PRIMA Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Matematika Model Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A Disusun oleh: Diana Amirotuz Zuraida (15709251066) (dianaamirotuz.blogspot.com) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016

Tidak ada komentar: